Pages

Thursday, May 23, 2019

Change.org: Dukung Polri Tangkap Amien Rais

Hello there,

I just signed the petition "Change.org: Dukung Polri Tangkap Amien Rais" and wanted to see if you could help by adding your name.

Our goal is to reach 35,000 signatures and we need more support. You can read more and sign the petition here:

http://chng.it/JVp6QdQp6Q

Thanks!
Salachudin

Monday, August 8, 2016

PENISTAAN SEJARAH DALAM KEBOHONGAN "DRACULA"

Kisah hidup Dracula merupakan salah satu contoh bentuk penjajahan sejarah yang begitu nyata yang dilakukan Barat. Kalau film Rambo merupakan suatu fiksi yang kemudian direproduksi agar seolah-olah menjadi nyata oleh Barat, maka Dracula merupakan kebalikannya, tokoh nyata yang direproduksi menjadi fiksi. Bermula dari novel buah karya Bram Stoker yang berjudul Dracula, sosok nyatanya kemudian semakin dikaburkan lewat film-film seperti Dracula's Daughter (1936), Son of Dracula (1943), Horror of of Dracula (1958), Nosferatu (1922)-yang dibuat ulang pada tahun 1979-dan film-film sejenis yang terus-menerus diproduksi.

Lantas, siapa sebenarnya Dracula itu?

Dalam buku berjudul "Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib" karya Hyphatia Cneajna ini, sosok Dracula dikupas secara tuntas. Dalam buku ini dipaparkan bahwa Dracula merupakan pangeran Wallachia , keturunan Vlad Dracul. Dalam uraian Hyphatia tersebut sosok Dracula tidak bisa dilepaskan dari menjelang periode akhir Perang Salib. Dracula dilahirkan ketika peperangan antara Kerajaan Turki Ottoman – sebagai wakil Islam – dan Kerajaan Honggaria – sebagai wakil Kristen – semakin memanas. Kedua kerajaan tersebut berusaha saling mengalahkan untuk merebutkan wilayah-wilayah yang bisa dikuasai, baik yang berada di Eropa maupun Asia . Puncak dari peperangan ini adalah jatuhnya Konstantinopel – benteng Kristen-ke dalam penguasaan Kerajaan Turki Ottoman.

Dalam babakan Perang Salib di atas Dracula merupakan salah satu panglima pasukan Salib. Dalam peran inilah Dracula banyak melakukan pembantaian terhadap umat Islam. Hyphatia memperkirakan jumlah korban kekejaman Dracula mencapai 300.000 ribu umat Islam. Korban-korban tersebut dibunuh dengan berbagai cara-yang cara-cara tersebut bisa dikatakan sangat biadab – yaitu dibakar hidup-hidup, dipaku kepalanya, dan yang paling kejam adalah disula. Penyulaan merupakan cara penyiksaan yang amat kejam, yaitu seseorang ditusuk mulai dari anus dengan kayu sebesar lengan tangan orang dewasa yang ujungnya dilancipkan. Korban yang telah ditusuk kemudian dipancangkan sehingga kayu sula menembus hingga perut, kerongkongan, atau kepala. Sebagai gambaran bagaimana situasi ketika penyulaan berlangsung penulis mengutip pemaparan Hyphatia:

"Ketika matahari mulai meninggi Dracula memerintahkan penyulaan segera dimulai. Para prajurit melakukan perintah tersebut dengan cekatan seolah robot yang telah dipogram. Begitu penyulaan dimulai lolong kesakitan dan jerit penderitaan segera memenuhi segala penjuru tempat itu. Mereka, umat Islam yang malang ini sedang menjemput ajal dengan cara yang begitu mengerikan. Mereka tak sempat lagi mengingat kenangan indah dan manis yang pernah mereka alami."

Tidak hanya orang dewasa saja yang menjadi korban penyulaan, tapi juga bayi. Hyphatia memberikan pemaparan tentang penyulaan terhadap bayi sebagai berikut:

"Bayi-bayi yang disula tak sempat menangis lagi karena mereka langsung sekarat begitu ujung sula menembus perut mungilnya. Tubuh-tubuh para korban itu meregang di kayu sula untuk menjemput ajal."

Macam-macam penyiksaan Dracula tersebut dibahas dalam Bab III buku ini. Metode penyiksaan yang digunakan Dracula untuk menyiksa korban-korbannya antara lain penyulaan, merebus korban hidup-hidup, memaku kepala korban, menjerat leher korban, merusak organ vital perempuan, dan beberapa metode penyiksaan lain yang tak kalah kejam. Di antara metode penyiksaan tersebut penyulaan merupakan yang paling terkenal. Penyulaan merupakan penyiksaan dengan cara memasukkan kayu-sebesar lengan tangan orang dewasa yang telah dilancipkan ujungnya-ke dalam anus. Setelah sula masuk kemudian tubuh korban dipancangkan sehingga kayu sula terus masuk menembus tubuh korban hingga tembus ke bagian leher, punggung, atau kepala. Biasanya penyiksaan semacam ini dilakukan oleh Dracula secara massal, sehingga sekali melakukan "upacara" penyulaan jumlah korbannya.

Kekejaman seperti yang telah dipaparkan di atas itulah yang selama ini disembunyikan oleh Barat. Menurut Hyphatia hal ini terjadi karena dua sebab. Pertama, pembantaian yang dilakukan Dracula terhadap umat Islam tidak bisa dilepaskan dari Perang Salib. Negara-negara Barat yang pada masa Perang Salib menjadi pendukung utama pasukan Salib tak mau tercoreng wajahnya. Mereka yang getol mengorek-ngorek pembantaian Hilter dan Pol Pot akan enggan membuka borok mereka sendiri. Hal ini sudah menjadi tabiat Barat yang selalu ingin menang sendiri. Kedua, Dracula merupakan pahlawan bagi pasukan Salib. Betapapun kejamnya Dracula maka dia akan selalu dilindungi nama baiknya. Dan, sampai saat ini di Rumania , Dracula masih menjadi pahlawan. Sebagaimana sebagian besar sejarah pahlawan-pahlawan pasti akan diambil sosok superheronya dan dibuang segala kejelekan, kejahatan dan kelemahannya.

Guna menutup kedok kekejaman mereka, Barat terus-menerus menyembunyikan siapa sebenarnya Dracula. Seperti yang telah dipaparkan di atas, baik lewat karya fiksi maupun film, mereka berusaha agar jati diri dari sosok Dracula yang sebenarnya tidak terkuak. Dan, harus diakui usaha Barat untuk mengubah sosok Dracula dari fakta menjadi fiksi ini cukup berhasil. Ukuran keberhasilan ini dapat dilihat dari seberapa banyak masyarakat – khususnya umat Islam sendiri – yang mengetahui tentang siapa sebenarnya Dracula. Bila jumlah mereka dihitung bisa dipastikan amatlah sedikit, dan kalaupun mereka mengetahui tentang Dracula bisa dipastikan bahwa penjelasan yang diberikan tidak akan jauh dari penjelasan yang sudah umum selama ini bahwa Dracula merupakan vampir yang haus darah.

Selain membongkar kebohongan yang dilakukan oleh Barat, dalam bukunya Hyphatia juga mengupas makna salib dalam kisah Dracula. Seperti yang telah umum diketahui bahwa penggambaran Dracula yang telah menjadi fiksi tidak bisa dilepaskan dari dua benda, bawang putih dan salib. Konon kabarnya hanya dengan kedua benda tersebut Dracula akan takut dan bisa dikalahkan. Menurut Hyphatia pengunaan simbol salib merupakan cara Barat untuk menghapus pahlawan dari musuh mereka -pahlawan dari pihak Islam – dan sekaligus untuk menunjukkan superioritas mereka.

Sultan Mahmud II

Siapa pahlawan yang berusaha dihapuskan oleh Barat tersebut? Tidak lain Sultan Mahmud II (di Barat dikenal sebagai Sultan Mehmed II). Sang Sultan merupakan penakluk Konstantinopel yang sekaligus penakluk Dracula. Ialah yang telah mengalahkan dan memenggal kepala Dracula di tepi Danua Snagov. Namun kenyataan ini berusaha dimungkiri oleh Barat. Mereka berusaha agar merekalah yang bisa mengalahkan Dracula. Maka diciptakanlah sebuah fiksi bahwa Dracula hanya bisa dikalahkan oleh salib.

Tujuan dari semua ini selain hendak mengaburkan peranan Sultan Mahmud II juga sekaligus untuk menunjukkan bahwa merekalah yang paling superior, yang bisa mengalahkan Dracula si Haus Darah. Dan, sekali lagi usaha Barat ini bisa dikatakan berhasil.

Selain yang telah dipaparkan di atas, buku "Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib" karya Hyphatia Cneajna ini, juga memuat hal-hal yang selama tersembunyi sehingga belum banyak diketahui oleh masyarakat secara luas. Misalnya tentang kuburan Dracula yang sampai saat ini belum terungkap dengan jelas, keturunan Dracula, macam-macam penyiksaan Dracula dan sepak terjang Dracula yang lainnya.

Sebagai penutup tulisan ini penulis ingin menarik suatu kesimpulan bahwa suatu penjajahan sejarah tidak kalah berbahayanya dengan bentuk penjajahan yang lain – politik, ekonomi, budaya, dll. Penjajahan sejarah ini dilakukan secara halus dan sistematis, yang apabila tidak jeli maka kita akan terperangkap di dalamnya. Oleh karena itu, sikap kritis terhadap sejarah merupakan hal yang amat dibutuhkan agar kita tidak terjerat dalam penjajahan sejarah. Sekiranya buku karya Hyphatia ini – walaupun masih merupakan langkah awal – bisa dijadikan pengingat agar kita selalu kritis terhadap sejarah karena ternyata penjajahan sejarah itu begitu nyata ada di depan kita.

sumber: kautsar

Monday, February 8, 2016

BERI JALAN ORANG CINA

Oleh: Abdurrahman Wahid

Sumber: Majalah Editor, 21 April 1990

Jadi orang Cina di negeri ini, di masa ini pula, memang serba salah. Walaupun sudah ganti nama, masih juga ditanyakan 'nama asli'nya kalau mendaftarkan anak ke sekolah atau jika membuat paspor. Mungkin, karena memang nama yang digunakan terasa tidak pas bagi orang lain, seperti nama Nagaria. Biasanya naga menggambarkan kemarahan dan keganasan. Apakah si naga yang riang gembira ini tertawa-tawa? Hartadinata, terasa lucu, karena tidak klop antara kekayaan dan keanggunan jabatan, antara harta dan nata.

Ternyata bukan hanya karena nama baru orang-orang Cina terasa tidak sreg di telinga orang lain. Tetapi karena keputusan politik, untuk membedakan orang Cina dari pribumi. Memang tidak ada peraturan tertulis, melainkan dalam bentuk kesepakatan memperlakukan orang Cina tersendiri. Mengapa? Karena mereka kuat, punya kemampuan terlebih, sehingga dikhawatirkan akan meninggalkan suku-suku bangsa lainnya. Apalagi mereka terkenal dalam hal kewiraswastaan. Kombinasi kemampuan finansial yang kuat, dan kemampuan lain yang juga tinggi, dikhawatirkan akan membuat mereka jauh melebihi orang lain dalam waktu singkat.

Secara terasa, 'kesepakatan' meluas itu akhirnya mengambil bentuk pembatasan bagi ruang gerak orang Cina. Mau jadi tentara? Boleh masuk AKABRI, lulus jadi perwira. Tetapi harus siap menerima kenyataan, tidak akan dapat naik pangkat lebih dari kolonel. Mau jadi dokter? Silakan, namun jangan mimpi dapat meniti karier hingga menjadi kepala rumah sakit umum. Mau masuk dunia politik? Bagus, tetapi jangan menduduki jabatan kunci. Di birokrasi? Jadi pejabat urusan teknis sajalah, jangan jadi eselon satu. Apalagi jadi menteri.

Sialnya lagi, 'jalan buntu' itu ternyata tidak membawakan alternatif yang memuaskan. Jalan terbuka satu-satunya adalah mencari uang. Dan itu sesuai pula dengan kecenderungan sosiologis mereka sejak masa lampau, karena di masa kolonial pun mereka hanya boleh cari uang. Usaha berhasil, uang masuk berlimpah-limpah, kekayaan makin bertambah.

Celakanya, justru karena itu mereka disalahkan pula: penyebab kesenjangan sosial. Akumulasi modal dan bertambahnya kekayaan ternyata tidak membawa keberuntungan. Cara mereka menggunakan uang dinilai sebagai penyebab kecenderungan hedonistik di kalangan generasi muda kita, padahal permasalahannya sangat kompleks. Kekayaan mereka dianggap diperoleh melalui pengisapan si kecil, padahal orang Cina hanyalah satu saja dari sekian banyak faktor kemiskinan.

Dengan kata lain, orang Cina dipersalahkan bagi kebanyakan hal yang dirasakan tidak benar dalam kehidupan kita. Salah satu hukum kehidupan masyarakat adalah pentingnya kemampuan bertahan. Potensi untuk survive ini dimiliki orang Cina, di mana pun mereka berada. Dan potensi itu diwujudkan di negeri kita oleh mereka, dengan memanfaatkan satu-satunya 'jalur kolektif' yang masih terbuka: bidang ekonomi. Segala tenaga dan daya dicurahkan untuk mencari kekayaan. Perkecualiannya hanyalah sedikit orang Cina yang menjadi intelektual, akademisi, tenaga profesi, politisi dan sebagainya.

Kemampuan bertahan demikian tinggi bila dimampatkan ke dalam sebuah 'sasaran kolektif' mencari kekayaan, sudah tentu sangat besar hasilnya. Apa pula dibantu oleh kemudahan di segenap faktor produksi dan sektor usaha. Karenanya wajar-wajar saja bila mereka berhasil, tidak perlu dikembalikan kepada sifat serakah, atau direferensikan kepada rujukan akan licin dan sejenisnya. Bahwa banyak sekali orang Cina melakukan hal-hal seperti itu, tetapi tentunya tidak dapat dianggap sebagai watak rasial atau sifat etnis dari orang Cina. Orang lain juga berbuat sama.

Dengan demikian, persoalannya bukanlah bagaimana orang Cina itu bisa dibuktikan bersalah, melainkan bagaimana mereka dapat ditarik ke dalam alur umum (mainstream) kehidupan bangsa. Bagaimana kepada mereka dapat diberikan perlakuan yang benar-benar sama di segala bidang kehidupan.

Tanpa perlu ditakutkan bahwa sikap seperti itu akan memperkokoh 'posisi kolektif' mereka dalam kehidupan bangsa, karena hal-hal seperti itu dalam jangka panjang ternyata hanyalah sesuatu yang berupa mitos belaka. Keperkasaan orang putih ternyata dapat disaingi oleh keperkasaan orang hitam di Amerika Serikat. Orang Melayu di Singapura juga menyimpan kemampuan sama maju dengan orang Cina, seperti semakin banyak terbukti saat ini. Begitu pula bangsa-bangsa lain, baik yang menjadi minoritas maupun mayoritas.

Tesis pokoknya di sini adalah: dapatkah kelebihan kekayaan orang Cina dimanfaatkan bagi usaha lebih memeratakan lagi tingkat pendapatan segala lapisan masyarakat bangsa kita di masa depan?

Jawabnya, menurut penulis, adalah positif. Orang Cina, sebagaimana orang-orang lain juga, dapat di-appeal untuk berkorban bagi kepentingan masa depan bangsa dan negara. Tentu dengan tetap menghormati hal-hal mendasar yang mereka yakini, seperti kesucian hak-milik dari campur-tangan orang lain.

Pemindahan kekayaan secara masif bukanlah barang baru bagi orang Cina, karena mereka pun baru saja melakukan hal itu, dalam bentuk merampungkan upaya akumulasi modal yang bukan main besarnya. Salah satu instink untuk tetap bertahan hidup bagi orang Cina adalah realisme sangat besar yang mereka miliki. Akal mereka akan mendiktekan keputusan pemindahan kekayaan secara masif kepada mereka yang lebih lemah, dalam upaya mendukung pihak lemah itu agar juga menjadi kuat. Tetapi itu semua harus dilakukan dengan menghormati kesucian hak-milik mereka, bukan dengan cara paksaan atau keroyokan.

Kalau begitu duduk perkaranya, jelas akses orang Cina kepada semua bidang kehidupan harus dibuka, tanpa pembatasan apa pun. Kalau sekarang ada tiga orang Arab menjadi menteri, tanpa ada pertanyaan atau kaitan apa pun dengan asal-usul etnis atau rasial mereka, hal yang sama juga harus diberlakukan bagi orang Cina kepada semua bidang kehidupan harus dibuka, tanpa pembatasan apa pun. Kalau prestasi para dokter orang Cina sama baiknya dengan yang lain-lain, mereka pun berhak menjadi kepala rumah sakit umum. Begitu juga menjadi jenderal, dan demikian seterusnya.

Cerita gurau yang luas beredar menyebutkan perbedaan orang Jawa dari orang Cina. Orang Jawa, kata cerita itu, akan senantiasa menanyakan kesehatan kita kalau bertemu: "Sampean waras?" Bagi orang Jawa yang mudah masuk angin dan sebagainya, kesehatan adalah perhatian utama. Ini berbeda dengan orang Cina. Kalau berjumpa dengan orang lain, pertanyaan yang diajukan: "Sampean apa sudah cia?" alias apakah sudah makan atau belum. Mengapa? Karena mereka dahulu datang kemari akibat bahaya kelaparan di daratan Cina, negeri asal mereka.

"Keanehan" seperti itu adalah karakteristik etnis, yang tidak boleh mengganggu keserasian hidup sebuah bangsa. Apalagi bagi bangsa yang pada dasarnya sudah sangat heterogen, seperti bangsa kita. Kita sudah harus dapat melihat karakteristik khusus orang Cina seperti juga 'keanehan' suku-suku bangsa kita yang lain. Ini berarti kita harus mengubah cara pandang kita kepada orang Cina. Mereka harus dipandang sebagai unit etnis. Bukan unit rasial.

Kalau kita bisa menerima kehadiran orang Flores, Maluku dan Irian sebagai satuan etnis - padahal mereka bukan dari stok Melayu (karena stok mereka adalah Astromelanesia), maka secara jujur kita harus melakukan hal yang sama kepada stok Cina. Juga stok Arab. Mereka bukan orang luar, melainkan kita-kita juga.

Mudah dikatakan tapi sulit dilakukan. Itulah reaksi pertama pada ajakan "menyatukan dengan orang Cina". Akan banyak alasan dikemukakan dan argumentasi diajukan. Karena, memang, dalam diri kita telah ada keengganan mendasar untuk menerima kehadiran orang Cina sebagai "orang sendiri". Kita sudah terbiasa mau menerima uang mereka tanpa merasakan kehadiran mereka.

Boleh saja keengganan bahkan ketakutan seperti itu kita beri sofistikasi sangat canggih. Tetapi, ia tetap saja merupakan keengganan dan ketakutan. Sesuatu yang irasional. Justru itulah yang harus kita perangi, kita jauhi sejauh mungkin.

Mengapakah hal itu menjadi keharusan? Karena hanya dengan perlakuan wajar, jujur dan fair dari kita sebagai bangsa kepada orang Cina sajalah yang dapat mendorong timbulnya rasa berkewajiban berbagi kekayaan dan nasib antara mereka dan pengusaha kecil kita. Ini kalau kita benar-benar jujur, lain halnya kalau tidak.

Friday, September 5, 2014

JURNALISTIK ATAU HUMAS?

Dunia ilmu komunikasi sangat erat kaitannya dengan profesi public relations (PR) dan jurnalistik. Bagi para praktisi PR, mempelajari ilmu jurnalistik sangatlah berguna menunjang segala aktifitas kehumasan. Begitupula dengan praktisi jurnalistik, yang wajib memahami keilmuan dalam bidang hubungan masyarakat untuk segala aktifitasnya. 

Memang tak sedikit yang beranggapan bahwa dunia jurnalis dan PR berbeda, dengan menyatakan hubungan keduanya adalah sebagai partner, rekan, dan sekaligus mitra kerja terdekat. Hubungan dari keduanya yang terjalin diteoritiskan sebagai hubungan simbiosis mutualis, dimana kedua belah pihak saling menguntungkan dan saling memberikan manfaat

Namun, dibalik perbedaan tersebut, kedua cabang ilmu ini memiliki kesamaan dalam latar belakang keilmuannya. Dalam konteks dunia PR, para ahli komunikasi tentu sepakat bahwa jurnalistik menjadi salah satu keahlian yang harus kuasai oleh seorang PR. Kemampuan dalam bidang jurnalistik tidak dapat dipungkiri menjadi modal seseorang untuk menjadi PR yang handal. Hal itu karena beberapa skill jurnalistik yang harus dimiliki oleh wartawan pada dasarnya juga harus dimiliki oleh seorang PR. Contohnya kemampuan menulis Press Release, negosiasi, membaca isu dan momentum serta berelasi dengan pihak terkait. Segala skill tersebut akan dibahas secara tuntas oleh cabang ilmu jurnalistik.

Begitupula sebaliknya, dalam dunia jurnalistik yang segala aktivitasnya dilakukan oleh sekelompok orang yang berkaitan dengan tulis menulis, fungsi public relations tak bisa dilepaskan begitu saja. Hal ini dikarenakan profesi public relations bisa masuk ke berbagai lini aktivitas manusia. Public relations adalah ilmu terapan dan jembatan semua aspek kehidupan termasuk dalam dunia pers. Berapa konsep yang akan dialami oleh praktisi jurnalistik mampu diimplementasikan oleh cabang ilmu public relations pada publikasi, komunikasi internal, promosi bahkan periklanan, yang kesemuanya merupakan aktifitas kewartawanan.

Berbekal penjelasan diatas, baik keilmuan jurnalistik maupun public relations dapat disimpulkan menjadi suatu hal yang tak terpisahkan. Keduanya memiliki fungsi untuk memberikan penerangan kepada publik dan melakukan persuasi kepada publik untuk mengubah sikap dan tingkah laku. Oleh sebab itulah kedua bidang ini dibentuk untuk bersinergi satu sama lain, dan membutuhkan rasa percaya dari masyarakat yang mereka "layani". (sa)


Saturday, November 17, 2012

MODEL KOMUNIKASI MEKANISTIS DAN MODEL KOMUNIKASI DUA ARAH


Model komunikasi adalah representasi fenomena komunikasi dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting guna memahami suatu proses komunikasi. Menurut Sereno dan Mortensen, suatu model komunikasi adalah deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan untuk terjadinya komunikasi. Sedangkan B. Aubrey Fisher mengatakan, model adalah analogi yang mengabstraksikan dan memilih bagian dari keseluruhan, unsur, sifat atau komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan model.
Sebagian ahli memaknai model sebagai penyederhanaan teori yang disajikan dalam bentuk gambar. Karena itu, hakikatnnya model adalah alat bantu. Sebagai alat bantu, model mempermudah penjelasan fenomena komunikasi dengan mempresentasikan secara abstrak ciri-ciri yang dianggap penting dan menghilangkan rincian yang tidak perlu.
Karena hubungan antara model dengan teori begitu erat, model sering dicampuradukkan dengan teori. Kita dapat menggunakan kata-kata, angka, simbol, dan gambar untuk melukiskan model suatu objek, teori atau proses.
Dilihat dari bentuknya, model komunikasi dasar yang akan kita bahas adalah :
  • Model komunikasi linear satu arah
  • Model komunikasi sirkuler
MODEL-MODEL KOMUNIKASI LINEAR : SATU ARAH
Model ini didasari paradigma stimulus-respons. Menurut paradigma ini, komunikan akan memberikan respons sesuai stimulus yang diterimanya. Komunikan adalah makhmuk pasif, menerima apapun yang disampaikan komunikator kepadanya. Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pasif menerima pesan, pesan berlangsung searah dan relatif tanpa umpan balik, karena itu disebut linear.
Model Aristoteles
Model ini merupakan model yang paling klasik dalam ilmu komunikasi. Bisa juga disebut sebagai model retorikal. Model ini membuat rumusan tentang model komunikasi verbal yang petama. Komunikasi terjadi saat pembicara menyampaikan pesannya kepada khalayak dengan tujuan mengubah perilaku mereka. Menurut Aristoteles, pengaruh dapat dicapai oleh seseorang yang dipecaya oleh publik, alasan, dan juga dengan memainkan emosi publik.Tapi model ini juga memiliki banyak kelemahan. Kelamahan yang pertama adalah, komunikasi dianggap sebagai fenomena yang statis. Kelemahan yang kedua adalah, model ini tidak memperhitungkan komunikasi non verbal dalam mempengaruhi orang lain.
Meskipun model ini mempunyai banyak kelemahan, tapi model ini nantinya akan menjadi inspirasi bagi para ilmuwan komunikasi untuk mengembangkan model komunikasi modern.
Model ini mengajukan 3 unsur komunukasi utama yang disebut pembicara (speaker), pesan (message), dan pendengar (listener). Model ini lebih berorientasi pada pidato. Terutama pidato untuk mempengaruhi orang lain. Selain itu terdapat unsur lain yang disebut setting yaitu suasana lingkungan yang perlu diciptakan agar komunikasi berlangsug efektif. Menurut Aristoteles, untuk berhasil dalam komunikasi public, maka terdapat 3 unsur utama yang harus diperhatikan, yaitu ethos (kredibilitas komunikator), logos (rutun logika argumentasi pesan yang anda sampaikan), pathos (kemampuan memainkan emosi).

Model Laswell
Diluncurkan pada 1948, model yang merupakan formula sederhana ini umumnya digunakan untuk mengkaji masalah komunikasi massa. Laswell sendiri menggunakan formulanya untuk menunjukkan jenis riset dalam bidang komunikasi politik dan propaganda. Karena menganggap model ini terlalu sederhana, banyak yang mengembangkan formula Laswell.
Teori komunikasi yang dianggap paling awal (1948). Lasswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan : Who says in which channel to whom with what effect (Siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa). Menurut Laswell unsur-unsur dasar, walau dengan penjabaran dan interpretasi yang tidak persis sama yaitu komunikator (who), pesan (says what), saluran komunikasi ( in which channel), komunikan ( to whom), dan efek komunikasi (with what effect).
Adapun fungsi komunikasi menurut Lasswell adalah sebagai berikut :
  1. The surveillance of the environment (pengamatan lingkungan)
  2. The correlation of the parts of society in responding to the environment (korelasi kelompok-kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi lingkungan).
  3. The transmission of the social heritage from one generation to the next (transmisi warisan sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain).
Text Box: Laswell lahir di Donnelson, Illinois. Ayahnya seorang menteri dan ibunya seorang guru SMU. Teori Laswell yang sangat dikenal adalah model komunikasi Who-Says What-in Which Channel-to Whom-with What Effect. Model ini pertama kali dipublikasikan dalam sebuah laporan dari Rockfeller Foundation Communication Seminar pada 1 November 1940.

Model Braddock
Dalam hal ini Braddock menambahkan dua hal yang ada hubungannya dengan tindak komunikasi yaitu: (1) situasi ini dimana sebuah pesan dikirimkan, (2) Apa tujuan komunikator menyatakan sesuatu. (3) Apa efek yang terjadi.
Dennis McQuail dan Braddock memberikan komentar mengenai formula Lasswell sebagai berikut:
  1. Formula Lasswell beranggapan, bahwa komunikator mempunyai keinginan mempengaruhi kemunikan
  2. Braddock menekankan, bahwa Formula Lasswell dapat mengeliurkan peneliti komunikasi.
  3. Formuola Lasswell dikritik karena meniadakan unsur feedback
Namun demikian, sempai kini diakui bahwa Formula Lasswell adalah cara yang mudah untuk memperkenalkan situasi proses komunikasi

Model Shannon-Weaver
Model ini dibuat oleh ahli matematik Claude Shannon diakhir 1949, disebut juga model matematis atau model teori informasi. Model ini mengambarkan komunikasi sebagai suatu proses linear satu arah. Elemen pertama adalah sumber informasi (information source), menghasilkan pesan (message),yang oleh pemancar (transmitter) diubah menjadi signal.Ketidakmampuan komunikator untuk menyadari bahwa pesan yang dikirim tidak selalu identik dengan pesan yang diterima merupakan salah satu alasan mengapa komunikasi gagal.
Kemudian ada juga “The Mathematical Theory of Communication (Teori Matematika Komuikasi). Teori matematika ini acapkali disebut model Shannon dan Weaver, oleh karena teori komunikasi manusia yang muncul pada tahun 1949, merupakan perpaduan dari gagasan Claude E. Shannon dan Warren Eaver. Shannon pada tahun 1948 mengetengahkan teori matematik dalam komunikasi permesinan (engineering communication), yang kemudian bersama Warren pada tahun 1949 diterapkan pada proses komunikasi manusia (human communication).
Sumber informasi (information source) memproduksi sebuah (message) untuk dikomunikasikan. Pesan tersebut dapat terdiri dari kata-kata lisan atau tulisan, musik, gambar, dan lain-lain. Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi isyarat (signal) yang sesuai bagi saluran yang akan dipergunakan. Saluran (channel) adalah media yang menyalurkan isyarat dari pemancara kepada penerima (receiver). Dalam percakapan sumber informasi adalah benak (brain) pemancar adalah mekanisme suara yang menghasilkan isyarat, saluran (channel) adalah udara.

S-M-C-R model (Model S-M-C-R)
Rumus S-M-C-R adalah singkatan dari istilah-istilah : S singkatan dari Source yang berarti sumber atau komunikator ; M singkatan dari Message yang berarti pesan ; C singkatan dari Channel yang berarti saluran atau media, sedangkan R singkatan dari Receiver yang berarti penerima atau komunikan.
Khusus mengenai istilah Channel yang disingkat C pada rumus S-M-C-R itu yang berarti saluran atau media, komponen tersebut menurut Edward Sappir mengandung dua pengertian, yakni primer dan sekunder. Media sebagai saluran primer adalah lambang, misalnya bahasa, kial (gesture), gambar atau warna, yaitu lambang-lambang yang dieprgunakan khusus dalam komunikasi tatap muka face-to-face communication), sedangkan media sekunder adalah media yang berwujud, baik media massa, misalnya surat kabar, televisi atau radio, maupun media nir-massa, misalnya, surat, telepon atau poster. Jadi, komunikator pada komunikasi tatap muka hanya menggunakan satu media saja, misalnya bahasa, sedangkan pada komunikasi bemedia seorang komunikator, misalnya wartawan, penyiar atau reporter menggunakan dua media, yakni media primer dan media sekunder, jelasnya bahasa dan sarana yang ia operasikan.

MODEL-MODEL KOMUNIKASI SIRKULER : DUA ARAH
Model sirkuler umumnya berangkat dari paradigma antarpribadi, di mana kedudukan komunikator dan komunikan relative setara. Munculnya paradigma baru ini merupakan pemisahan dari paradigma yang lama tentang komunikasi yang linear. Model sirkuler dikritik karena adanya kesamaan tingkat (equality)antara komunikator dan komunikan.

Model Schramm
Schramm membuat serangkaian model, dimulai dari (a) yang sederhana satu arah mirip Shanonn-Weaver, (b) satu model antarpribadi yang juga masih linear, (c) dilanjuntkan dengan pengembangannya yang sirkuler. Selain itu, Schramm juga menurunkan (d) model komunikasi massa.
Schramm menggunakan unsur source dan destination tapi tidak memunculkan transmitter dan  receiver, yang ada adalah encoder (alat penyandi) dan decoder (alat penyandi balik). Menurut model ini, source boleh menjadi seorang individu atau organisasi, sinyalnya adalah bahasa dan destination-nya adalah pihak lain kepada siapa sinyal itu ditujukan.

Dalam komunikasi lewat radio, encoder dapat berupa microphone dan decoder adalah earphone. Dalam komunikasi antarmanusia source dan encoder adalah satu orang sementara decoder dan destination pada sisi yang lainnya.
Itulah sebabnya pada modelnya yang kedua ia mulai menyatukan source (sumber) dengan encoder (alat penyandi) yang semula terpisah. Demikian pula halnya dengan decoder (alat penyandi balik) yang ditempelkan dengan destination (tujuan). Selain itu, ia menambah unsur field of experience (bidang pengalaman) yang dimiliki kedua pelaku komunikasi. Source menyandi (encode) dan destination menyandi balik (decode) pesan berdasarkan pengalaman yang dimiliki masing-masing. Semakin besar luas bidang pengalaman source yang berhimpitan dengan bidang pengalaman destination, semakin mudah komunikasi dilakukan. Bila kedua bidang itu tidak bertautan atau sangat sedikit pertautannya artinya tidak ada pengalaman yang sama maka komunikasi sulit berlangsung.
Dalam komunikasi lewat radio, encoder dapat berupa microphone dan decoder adalah earphone. Dalam komunikasi antarmanusia source dan encoder adalah satu orang sementara decoder dan destination pada sisi yang lainnya.
Dalam komunikasi lewat radio, encoder dapat berupa microphone dan decoder adalah earphone. Dalam komunikasi antarmanusia source dan encoder adalah satu orang sementara decoder dan destination pada sisi yang lainnya.
Pada model yang ketiga, Scrhamm menggambarkan komunikasi sebagai proses sirkuler. Untuk pertama kalinya ia menggambarkan dua titik pelaku komunikasi yang melakukan fungsi encoder, interpreter, decoder.Dalam proses sirkuler ini, setiap pelaku komunikasi bertindak sebagai encoder dan decoder. Ia meng-encode pesan ketika menerimanya. Pesan yang diterima kembali dapat disebut umpan balik, yang tetap ia beri nama message. Umpan balik inilah yang telah membuat model linear menjadi sirluker.

The Osgood and Schramm Circular Model (Model sirkular Osgood dan Schramm)
Jika model Shannon dan Weaver merupakan proses linier, model Osggod dan Schramm dinilai sebagai sirkular dalam derajat yang tinggi. Perbedaan lainnya adalah apabila Shannon dan Weaver menitikberatkan perhatiannya langsung kepada saluran yang menghubungkan pengirim (sender) dan penerima (receiver) atau dengan perkataan lain komunikator dan komunikan. Schramm dan Osgood menitikberatkan pembahasannya pada perilaku pelaku-pelaku utama dalam proses komunikasi.
Shannon dan Weaver membedakan source dengan transmitter dan antara receiver dengan distination. Dengan kata lain, dua fungsi dipenuhi pada sisi pengiriman (transmiting) dan pada sisi pemnerimaan (receiving ) dari proses.
Pada Schramm dan Osgood ditunjukkan fungsinya yang hampir sama. Digambarkannya dua pihak berperilaku sama, yaitu encoding atau menajdi, decoding atau menjadi balik, dan interpreting atau menafsirkan.

Model De Fleur
Model ini merupakan pengembangan ari model Shannon & weaver. De Fleur mempersoalkan arti dari isi pernyataan yang disampaikan dan arti dari isi pernyataan yang diterima. Noise dapat mempengaruhi semua unsur komunikasi. Bukan seperti Shannon & Weaver noise hanya terjadi antara unsur transmitter (alat pengirim) dan unsur reciver (alat penerima). De Fleur menemukan adanya umpan balik (feedback).
Dengan umpan balik ini, akan lebih mudah tercapai persamaan arti antara arti message yang disampaikan dan arti pesan yang diterima. Harus diingat, dalam komunikasi massa, komunikator hanya memperoleh feedback yang terbatas atau tidaklangsung dari khalayaknya.

Dance Helical Model (Model Helical Dance)
Model komunkasi helical ini dapat dikaji sebagai pengembangan dari model sirkular dari Osggod dan Schramm. Ketika membandingkan model komunikasi linier dan sirkular, Dance mengatakan bahwa dewasa ini kebanyakan orang menganggap bahwa pendekatan sirkular adalah paling tepat dalam menjelaskan proses komunikasi.
Heliks (helix), yakni suatu bentuk melingkar yang semakin membesar menunjukkan perhatian kepada suatu fakta bahwa proses komunikasi bergerak maju dan apa yang dikomunikasikan kini akan mempengaruhi struktur dan isi komunikasi yang datang menyusul. Dance menggarisbawahi sifat dinamik dari komunikasi.
Proses kounikasi, seperti halnya semua proses sosial, terdiri dari unsur-unsur, hubungan-hubungan dan lingkungan-lingkungan yang terus menerus berubah. Heliks menggambarkan bagaimana aspek-aspek dri proses berubah dari waktu ke waktu.
Dalam percakapan ,misalnya bidang kognitif secara tetap membesar pada mereka yang terlibat. Para aktor komunikasi secara sinambung memperoleh informasi mengenai topik termasa tentang pandangan orang lain, pengetahuan dan sebagainya.


Model Gerbner
(M) memahami (E) sebagai (E1). Penjelasan Lingkaran kanan : E – Event – kejadian = peristiwa. Lingkaran kiri atas (M) = man of machine = manusia atau mesin. Lingkaran di dalam (M). E1 – E sebagaimana dipahami oleh (M). Jadi hasil pemahaman (E1) tidak selamanya sama dengan yang diperhatikannya (E). Hal itu disebabkan oleh: seleksi, konteks, ketersediaan E. Lingkaran kiri bawah (M) ingin mengkomunikasikan (E1) kepada manusia lain. Ia mengubah (E1) menjadi (SE), (S) = shape = form = bentuk, dan E adalah content = isi. Di dalam kuliah kita mengenal (S) = shape = lambang komunikasi. Lambang komunikasi mengubah isi pernyataan dari bentuk abstrak menjadi konkrit. Bentuk (E1) adalah abstrak. S = lambing komunikasi mengubah (E1) berbentuk (SE) sebagai (SEI) “wah hujan”.
Proses komunikasi digambarkan sebagai berikut :
  1. M mengamati E
  2. M mengamati E sebagai E1
  3. M menyampaikan E1 sebagai SE kepada M2
  4. M2 memahami SE sebagai SE1.

Denis McQuail dan Sven Windahl berpendapat model ini dapat menggambarkan masalah psokologis dalam kesaksian di pengadilan. Seberapa jauh persepsi (M) itu tepat terhadap sejunlah kejadian (E) dan sejauh mana kemampuannya menyatakannya (E) dalam bentuk (SE).
Didalam komunikasi massa :
a. E = Bahan Berita
b. M = Mass Media
c. SE = Isi Media
d. M2 = Khalayak Media
Kita dapat mempersoalkan, misalnya: “seberapa baik hubungan realitas dengan berita (antara E dan SE) tentang realitas itu oleh media (M) ” dan “sejauh mana isi media (SE) dimengerti oleh khalayak (M2)”.

Model Newcomb
Model Newcomb diluncurkan pada1953. Bentuk model adalah segitiga, namun karena menggambarkan kesamaan derajat antara pelaku komunikasi, dimana penerima pesan tidak lagi dianggap pasif, yang tercermin dalam bentuk panah bolak-balik, maka model ini kita masukkan ke dalam kelompok sirkuler. Dalam model ini Newcomb mengembangkan modelnya berdasarkan karya terdahulu dari ahli psikologi Header (1946).
Pendekatan komunikasi ini berdasarkan pada pendekatan seorang pakar psikolog sosial berkaitan dengan interaksi manusia. Dalam bentuk yang paling sederhana dari kegiatan komunikasi seseorang A menyampaikan informasi kepada orang lain B mengenai sesuatu X. Model ini menyatakan bahwa orientasi A (sikap) terhadap B dan terhadap X adalah saling bergantung dan ketiganya membentuk sistem yang meliputi empat orientasi.
Seperti dikutip Effendy (2003) menurut Severin dan Tankard (1992) pada model newcomb ini komunikasi merupakan cara yang biasa dan efektif dimana orang-orang mengorientasikan dirinya terhadap lingkungannya.

S-O-R Theory (Teori S-O-R)
Teori S-O-R singkatan dari Stimulus-Organism-Response ini semua berasal dari psikologi. Objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan konasi.
Menurut stimulus response ini efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah ;
1. Pesan (stimulus, S)
2. Komunikan (organism, O)
3. Efek (Response, R)
Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula. Mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting yaitu : (a) perhatian, (b) pengertian, dan (c) penerimaan.
Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya.
Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.


Model Ko-Orientasi (Mc Leod dan Chafee)

            Model ini merupakan pengembangan dari model ABX Newcamb. Pendekatan Koorientasi merupakan nama yang diberikan McLeod dan Chafee untuk model ini. Elemen-elemen utama model ini adalah komunikasi antar personal atau anat kelompok, komunikasi dua arah yang inteaktif, tiga elemen sebagi suber informasi serta dinamisnya komunikasi yang terjadi antar mereka.
Elite biasanya berkaitan dengan suatu kepentingan politik tertentu. Isu merupakan segala sesuatu yang diperbincangkan publik dan mempunyai sejumlah butir informasi. Publik adalah masyarakat yang juga merupakan audiensi dari media. Sementara media berarti pula editor, reporter, jurnalis dan sebagainya.
Garis-garis yang menghubungkan elemen-elemen tersebut menunjukan hubungan, sikap, dan persepsi. Informasi tentang suatu kejadian dari isu biasanya dicari atau diperoleh dari anggota masyarakat serta dari elite atau media atau ketiganya. Hasil dari sebuah situasi yang dinamis akan tergantung pada hubungan antara public dengan elite tertentu, sikap publik terhadap media dan hubungan antara elite dengan media.
Perbedaan elite dan publik dalam persepsi terhadap sebuah isu dapat menjadi sumber
ketegangan yang mengarah pada usaha-usaha memperoleh informasi dari media atau sumber lain. Pada saat yang sama, perbedaan tersebut juga dapat mengarah pada usaha elite untuk memanipulasi persepsi dengan bertindak langsung atau mengontrol seluruh media.


Model Westley and Mc Clean
            Model Westley & McClean ini adalah pengembangan dari model ABX. Dua kali Westley & McClean mengembangkan Model ABX – Newcomb ini
a. Pengembangan pertama
Ingat gambar model ABX dan model Ko-Orientasi. Bandingkan dengan gambar model Westley & McClean, sebagai berikut :
  1. Pada model ABX dan Ko-Orientasi dicantumkan di atas, pada Model Westley & McClean disebelah kiri.
  2. Pada Model ABX dan Ko-Orientasi tidak digambarkan feedback, pada model Westley & McClean dalam bentuk kotak-kotak putus dari B menuju A : FBA = feedback dari B kepada A.
  3. Proses komunikasi berlangsung sebagai berikut: A memilih dari sejumlah X yang tersedia (issue, persoalan, peristiwa) dan menyampaikan pada B. Sementara itu B pun dapat langsung mengetahui adanya sejumlah X yang tersedia itu: X1B . sesudah X yang disampaikan A diterima B, maka B menyampaikan feedback : FBA.
  4. Model Westley & McClean ini menggambarkan model komunikasi antar pribadi (interpersonal communication). Seseorang menyampaikan kepada orang lain atau seseorang mencari informasi kepada orang lain atau seseorang mencari informasi atau menyampaikan feedback.
b. Pengembangan kedua
  1. Ada unsur baru yaitu C yang memainkan peranan sebagai medium.
  2. Ada tiga feedback yaitu FCA, FBC, dan FBA.
  3. Proses komunikasi berlangsung sebagai berikut: A memilih X dari sejumlah X yang tersedia untuk disampaikan kepada B (audiens). Untuk menyampaikan X ini, A menggunakan saluran C (organisasi media). Dapat juga C memilih X untuk disampaikan langsung ke audiens dan seterusnya.
  4. Model Westley & McClean ini menggambarkan komunikasi massa, karena dalam proses komunikasi ini sudah ada C (media massa) dan ditujukan kepada banyak orang.
            Dennis McQuail dan Sven Windahl berpendapat, model ini mengandung asumsi bahwa sistem hubungan yang demikian seperti halnya model Newcomb akan bersifat mengatur diri sendiri atau menguntungkan bagi semua partisipan. Jka komunikasinya berlangsung bebas maka sifat ini akan menyampingkan kepentingan-kepentingan antara pengirim dan penerima. Pada kenyataannya hubungan dari ketiga partisipan ini jarang sekali bersifat seimbang dan tidak selalu merupakan hubungan komunikasi.
Kelemahan kedua menurut Denis McQuail dan Sven Windahl, model ini terlalu menonjolkan tingkat integrasi proses komunikasi dan kesamaan pandangan antara penyokong, komunikator dan audiens. Dalam kenyataannya masing-masing komponen mempunyai tujuan yang tidak ada kaitannya satu sama lain. Model ini bersifat idealis dan agak normative dalam menawarkan apa yang sebenarnya merupakan versi pasar bebas.
Kelemahan ketiga, model ini terlampau menonjolkan ketergantungan komunikator terhadap masyarakat, terutama dalam persoalan politis atau yang menyangkut kepentingan Negara.

Model Rilley and Rilley
            Perbedaan dari Model Riley & Riley dengan modal sebelumnya adalah : Model sebelumnya memberikan kesan, bahwa proses komunikasi terjadi dalam suatu kevakuman sosial dan pengaruh lingkungan tidka perlu dipermasalahkan. Model Riley & Riley menunjukan bahwa komunikator dan komunikan mendapat pangaruh dari kelompok primer.
Kelompok – kelompok dan struktur sosial yang lebih besar yang mempengaruhi komunikator dan komunikan di dalam melaksanakan proses komunikasi berada di dalam dan mendapat pengaruh dari sistem sosial keseluruhan (over all social system).
Baik komunikator, maupun komunikan berhubungan dengan kelompok primernya. Komunikator/ komunikan dan kelompok primernya masing-masing dipengaruhi oleh struktur yang lebih besar dan serluruh proses ini dipengaruhi oleh sistem sosialnya. Kelompok primer adalah kelompok dimana antara anggotanya terdapat hubungan yang intim, misalnya keluarga. Kelompok referens adalah kelompok yang dengan pertolongannya, anggotanya dapat merumuskan sikap, nilai dan tingkah lakunya.
Denis McQuail dan Sven Windahl berpendapat (1) model ini membantu menghubungkan konsep mengenai komunikasi massa dengan teori – teori sosiologi yang sudah ada, (2) pendapat Riley & Riley bahwa komunkasi massa hendaklah dipandang sebagai suatu proses ini dapat mempengaruhi dan dipengaruhi itu, adalah pendapat yang penting, (3) Model ini menunjukan cara baru dalam melihat efek – efek komunikasi.


Model Maletzke
            Maletzke membuat model komunikasi massa berdasarkan elemen – elemen tradisional yaitu komunikator, isi pernyataan, medium, komunikan, dan umpan balik. Di antara medium dan komunikan, Maletzke menambah tekanan atau kendala medium dan citra medium pada diri komunikan.
Dalam hal tekanan atau kendala medium, kita hadapkan pada kenyataan, ada perbedaan jenis adaptasi oleh komunikan terhadap media yang berbeda – beda. Setiap medium ada kelebihan dan kekurangannya. Sifat – sifat medium dianggap punya pengaruh terhadap cara komunikan menggunakannya.
Citra medium ada pada komunikan menimbulkan harapan – harapan tentang isi medium tersebut, dan dianggap punya pengaruh terhadap cara komunikan memilih isi medium tersebut. Dalam diri komunikator maupun komunikan terdapat variabel independen yang mempengaruhi dirinya dalam melakukan tindak komunikasi. Pada komunikan variabel independen itu terdiri dari citra diri komunikan, struktur kepribadian komunikan, lingkungan sosial komunikan dan komunikan sebagai anggota public.
Sedang pada komunikator, variabel independen terdiri dari citra diri komunikator, struktur kepribadian komunikator, komunikator dalam kelompok kerja, komunikator dalam organisasi, lingkungan sosial komunikator serta tekanan dan kendala yang timbul dari karakter publik.
Di samping itu, komunikator berkaitan dengan variabel, yaitu pilihan tentang apa yang ia sampaikan dan caranya membentuk isi pernyataan yang disampingkan. Ketika menetapkan bagaimana caranya menyusun dan membentuk isi pernyataan, komunikator dihadapkan pada suatu situasi pilihan. Bagaimana ia melakukan seleksi dan membentuk isi pernyataan tergantung pada tekanandan kendala dari isi pernyataan dan tekanan atau kendala dari media.
Komentar Denis McQuail dan Sven Windahl : model ini menggunakan pendekatan sosiologi dan psikologi. Walaupun model ini sudah berumur, namun masih berguna untuk membantu penelitian.
Model ini begitu mendetail sehingga bias menjadi alat cek (cheklist) faktor – faktor yang ada hubungannya dengan proses komunikasi massa dari segi psikologi dan sosialnya.