Pages

Saturday, March 19, 2011

MANAJEMEN BERPIKIR DOSEN ATAS KEBERHASILAN MAHASISWA


ABSTRAK
Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang selalu menjadi topik utama dalam bidang pendidikan. Asumsi tersebut berkembang dengan pertimbangan bahwa prestasi belajar merupakan indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai oleh mahasiswa. Prestasi merupakan suatu penilaian dari hasil pendidikan, umumnya dirumuskan pada suatu evaluasi atau biasanya yang disebut sebagai rapor. Maksud penilaian hasil-hasil pendidikan itu ialah untuk mengetahui (dengan alasan yang bermacam-macam) pada waktu dilakukan penilaian itu sudah sejauh manakah kemajuan anak tersebut. Hasil dari tindakan mengadakan penilaian itu lalu dinyatakan dalam suatu pendekatan yang perumusannya bermacam-macam. Ada yang menggolongkan dengan mempergunakan lambang-lambang A, B, C, D, E dan ada yang mempergunakan skala sampai 11 tingkat yaitu mulai dari 0 sampai 10, dan ada yang memakai penilaian dari 0 sampai 100. Di Indonesia umumnya mempergunakan angkadari 0 sampai 10, tetapi akhir-akhir ini telah dipergunakan lambang A, B, C, D, dan E itu (Suryabrata, 2002).
Berbagai penilaian dalam proses belajar tersebut diberikan melalui kuis, tugas, UTS, dan UAS dari materi pelajaran yang diberikan, hasil mahasiswa tersebut dinamakan indeks prestasi. Indeks prestasi merupakan rumusan terakhir yang diberikan oleh dosen mengenai kemajuan atau hasil belajar. Dengan belajar setiap individu akan memperoleh pemahaman ilmu pengetahuan, yang diharapkan dapat membentuk kecakapan, keterampilan, sifat, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri bagi setiap individu tersebut. Secara tidak langsung prestasi yang dicapai dapat menjadi prediksi bagi keberhasilan individu dimasa depan sehingga terbentuklah sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut Bloom (dalam Azwar, 1996) prestasi belajar adalah mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar. Suripto (1996) menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil dari proses kegiatan belajar dalam suatu periode tertentu yang termuat dalam laporan nilai yang diperoleh melalui pemberian tugastugas maupun tes. Dalam hal ini, prestasi belajar dapat mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar. Nilai-nilai prestasi belajar yang tercantum dalam laporan tersebut dapat memberikan gambaran terhadap kemampuan yang bersifat kognitif, afektif, maupun psikomotor. Hasil belajar yang optimal banyak dipengaruhi oleh berbagai komponen belajar mengajar, diantaranya adalah hubungan antara dosen dan mahasiswa (Sardiman, 2001). Hubungan dosen dengan mahasiswa didalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat penting dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga mahasiswa ingin belajar dan dosen nyaman dalam mengajar. Menurut Muhibbin (2003) faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yaitu aspek fisiologi (yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologi (yang bersifat rohaniah), sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan dan pertemanan. Hal ini dapat menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar seorang siswa. Mengamati masalah komunikasi yang terjadi di fakultas Psikologi, terlihat masih adanya dosen dan mahasiswa yang belum dapat menciptakan komunikasi yang efektif. Dalam hal ini komunikasi yang efektif seperti adanya kenyamanan ketika berbicara antara dosen dengan mahasiswa. Komunikasi yang tidak efektif antara dosen dan mahasiswa tentunya akan berpengaruh pada proses belajar mengajar dan prestasi belajar mahasiswa. Pengaruh ini dapat dilihat dari adanya perbedaan prestasi belajar mahasiswa antara mahasiswa yang aktif dengan mahasiswa yang pasif dalam membuka hubungan dengan dosennya. Ada dua tipe dalam proses belajar mengajar yaitu tipe terbuka dan tertutup.
Dosen dengan tipe terbuka adalah dosen yang melakukan proses belajar mengajar sesuai dengan silabus pengajaran, selain itu memberikan informasi tentang penelitian yang sedang berkembang. Sedangkan dosen dengan tipe tertutup adalah dosen yang hanya melakukan proses belajar mengajar sesuai dengan silabus pengajaran. Dosen yang terbuka dengan dosen yang tertutup terhadap mahasiswanya, juga memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar mahasiswa.
Berbicara masalah proses belajar mengajar di perguruan tinggi, hubungan antara dosen dengan mahasiswa dalam berkomunikasi sangat perlu. Apabila hubungan antara dosen dengan mahasiswa tidak harmonis, dapat menciptakan komunikasi yang tidak baik. Komunikasi turut menentukan untuk membuat manusia menjadi tahu dan mendapatkan pengetahuan sebagai sumber ilmu. Pengetahuan pada mahasiswa dapat dicerminkan oleh prestasi akademik dengan nilai indeks prestasi yang didapat. Prestasi belajar akademik dapat optimal jika dibangun dengan komunikasi yang baik. Menciptakan komunikasi yang baik diperlukan kemampuan komunikasi seperti menulis, membaca, berbicara, mendengarkan, dan berpikir (kemampuan bernalar).
Menciptakan hubungan yang harmonis, antara dosen dan mahasiswa tidak hanya dilakukan di depan kelas, tetapi juga dilakukan melalui kegiatan belajar mengajar yang lainnya seperti, pertemuan diluar jam perkuliahan yang bersifat komunikasi dua arah. Komunikasi tersebut dapat menyebabkan hubungan timbal balik antara dosen dan mahasiswa, seperti dosen dapat menanyakan keadaan mahasiswa dan mahasiswa juga dapat mengajukan berbagai persoalan dan hambatan yang dihadapinya. Menurut Belson dan Steiner (dalam Mulyana, 2001) komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figur, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi. Havland (dalam Mulyana, 2001) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambing lambing verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (Communicate). Menurut Everett (dalam Mulyana, 2001) komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dan sumber kepada suatu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Menurut Mulyana (2001) komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Sedangkan Everett (dalam Mulyana, 2001) mengemukakan komunikasi antarpribadi adalah merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. De Vito (1995) mengemukakan komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang mengambil tempat antara dua orang yang memiliki hubungan yang tidak bisa dipungkiri.
Komunikasi interpersonal dapat terjadi antara anak dengan ayahnya, seorang pegawai dengan pegawai yang lain, dua saudara, seorang dosen dengan seorang mahasiswa, dua kekasih, dua teman dan lain sebagainya. Berdasarkan uraian di atas, mendorong penulis untuk menguji apakah ada hubungan komunikasi interpersonal antara mahasiswa dan dosen dengan prestasi akademik mahasiswa.

PRESTASI AKADEMIK
Pengertian prestasi akademik menurut Bloom (dalam Azwar, 1996) adalah mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar. Suryabrata (1993) menyatakan bahwa prestasi akademik adalah seluruh hasil yang telah dicapai (achievement) yang diperoleh melalui proses belajar akademik (academic achievement) maka menurut penulis istilah yang dapat disimpulkan bahwa seluruh hasil yang telah dicapai (achievement) atau diperoleh melalui proses belajar akademik (academic achievement) yang dapat dipakai sebagai ukuran untuk mengetahui sejauh mana para siswa menguasai bahan pelajaran yang diajarkan dan dipelajari. Dari beberapa uraian di atas dapat di simpulkan bahwa prestasi akademik adalah hasil dari kegiatan belajar untuk mengetahui sejauh mana seseorang menguasai bahan pelajaran yang diajarkan serta mengungkapkan keberhasilan yang dicapai oleh orang tersebut.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI AKADEMIK
Wahyuni (dalam Gunarsa dan Gunarsa, 2000) menjelaskan bahwa prestasi akademik dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Mereka mengutarakan hal-hal yang termasuk kedalam faktor internal adalah sebagaimana yang dipaparkan sebagai berikut :
  1. Kemampuan intelektual atau kecerdasan (intelegensi)
  2. Minat
  3. Bakat khusus
  4. Motivasi untuk berprestasi
  5. Sikap
  6. Kondisi fisik dan mental
  7. Harga diri akademik
  8. Kemandirian
Kemudian dikemukakan pula hal-hal yang termasuk kedalam faktor eksternal, yaitu sebagaai berikut:
  1. Lingkungan Sekolah/Kampus.
  2. Lingkungan Keluarga.
  3. Faktor Situasional.
Menurut Rosenshine (dalam Gage & Berliner, 1991) & Winkel, 1996 masih terdapat faktor yang tidak kalah penting dalam menentukan prestasi belajara peserta didik, yaitu:
  1. Keterampilan guru/dosen dalam mengajar.
  2. Semangat guru/dosen dalam mengajar.

CARA MENGATUR WAKTU DALAM PERKULIAHAN
Kita selalu sibuk antara pekerjaan pokok dengan pekerjaan sampingan (bermain), pekerjaan sampingan sering kita dahulukan. Ini cara membagi waktu dalam keseharian.
1. Jadikan waktu belajar di kelas adalah waktu terbaik untuk belajar
a. Siapkan materi sebelum pelajaran dimulai. Kalau hanya punya waktu sedikit buat membaca seluruh bahan materi, banyaklah bertanya. Ulang sekilas materi terakhir supaya nggak banyak bengong waktu guru menerangkan materi baru.
b. Dengarkan dengan serius apa yang diterangkan guru dan cobalah mengulang kembali materi yang baru didapat versi bahasamu sendiri. Resep ini mujarab buat mencegah sistem belajar kebut semalam karena materinya bakal lama tersimpan di otak kita.
2. Buat daftar harian.
a. Tulis secara singkat 5 tugas yang harus dikerjakan, baik urusan sekolah atau pribadi,
berurut mulai dari yang terpenting.
b. Buat juga cita-cita kecil yang bisa dikerjakan hari ini, misal membaca 5 halaman pelajaran Biologi.
3. Rencanakan jadwal mingguan.
a. Buat agenda mingguan yang berisi jadwal pelajaran, kegiatan ekstrakurikuler atau les tambahan, tugas rumah, tidur dan makan. Tulis semuanya supaya terlihat urutan waktunya. Jangan lupa sisakan baris kosong buat kegiatan yang mendadak muncul kemudian hari.
b. Usahakan buat waktu belajar selama dua jam per satu jam pelajaran di sekolah.
4. Gunakan waktu siangmu sebaik mungkin.
a. Di sekolah kamu bisa membaca terlebih dulu materi pelajaran sebelum guru masuk kelas. Begitu juga sesudah pelajaran selesai, buatlah ringkasan kecil tentang materi baru. Supaya mudah diingat tulis materi tersebut dalam kartu-kartu kecil, atau tempat lain yang mudah dibaca kembali.
b. Atur waktu belajar sebanyak mungkin ketika hari masih terang. Usahakan cari tempat belajar yang sunyi atau tidak berisik supaya kamu dapat berkonsentrasi.
5. Buat kalender semester pribadi.
a. Beri tanda-tanda khusus di kalender dinding atau meja setiap tanggal-tanggal khusus, misal tanggal ujian atau kenaikan kelas.
b. Tulis semua tanggal khusus tersebut plus kegiatannya dalam kalender kecil yang bisa dibawa ke mana saja. Contoh bagus adalah buku agenda harian atau daily planner.
6. Kerjakan sebisa mungkin.
a. Kalau ada perlengkapan belajar yang tidak dimiliki, bisa dicari cara lain yang hasilnya sama supaya tidak jadi penghambat.
b. Usahakan bekerja sebaik mungkin sesuai kemampuan, tidak perlu sempurna 100%, yang penting coba dulu.
7. Konsentrasi dan fokus.
a. Pada setiap kegiatan, usahakan tetap fokus dan konsentrasi pada materi yang sedang diikuti, misal dengan bersikap aktif.
b. Supaya aliran darah tetap berjalan lancar, istirahatlah selama 5 - 10 menit setiap 30 - 40 menit.

KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA MAHASISWA DAN DOSEN
Komunikasi interpersonal  adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. De Vito (1995) mengemukakan komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang mengambil tempat antara dua orang yang memiliki hubungan yang tidak bisa dipungkiri. Komunikasi Interpersonal dapat terjadi antara anak dengan ayahnya, seorang pegawai dengan pegawai lainya, dua saudara, seorang dosen dengan mahasiswa, dua kekasih, dua teman dan lain sebagainya. Menurut Rogers (dalam Mulyana, 2001) mendefinisikan komunikasi interpersonal adalah merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Sedangkan Barnlund (dalam Wiryanto, 2006) komunikasi antar pribadi diartikan sebagai pertemuan antara dua, tiga, atau mungkin empat orang, yang terjadi sangat spontan dan tidak berstruktur. Dari definisi komunikasi interpersonal yang telah dikemukakan sebelum maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara dua orang yang terjadi dalam interaksi tatap muka yang semua orang dapat menangkap reaksi orang lain secaraverbal maupun nonverbal. Jadi komunikasi interpersonal antara mahasiswa dan dosen adalah komunikasi terjadi dalam interaksi tatap muka dalam suatu lingkungan kampus yang terjalin secara langsung maupun tidak langsung.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI INTERPERSONAL
Dalam berkomunikasi individu dipengaruhi oleh beberapa hal yang pada akhirnya menjadi faktor penentu dalam mencapai komunikasi interpersonal ynag baik. Akan lebih baik lagi bila dilandasi beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal  adalah :
  1. Persepsi interpersonal
  2. Konsep Diri
  3. Atraksi interpersonal
  4. Hubungan interpersonal

KOMUNIKASI INTERPERSONAL YANG EFEKTIF
De Vito  mengemukakan lima ciri komunikasi antar pribadi yang efektif , yaitu :
  1. Keterbukaan
  2. Empati
  3. Dukungan
  4. Perilaku positif
  5. Kesamaan

ASPEK-ASPEK EFEKTIVITAS KOMUNIKASI MAHASISWA-DOSEN
Komunikasi antara mahasiswa dengan dosen merupakan komunikasi interpersonal yang berbentuk dua arah, karena komunikasi yang dilakukan oleh mahasiswa dengan dosen, memungkinkan masing-masing pihak baik mahasiswa atau dosen saling memberikan respon sebagai umpan balik dari pesan yang disampaikan. Respon umpan balik dapat berupa bahasa verbal maupun non verbal. Pesan yang dikomunikasikan pada saat bimbingan berisi ajaran atau didikan, khususnya yang menyangkut permasalahan yang akan diteliti oleh mahasiswa. Sumber pesan bias dari dosen, mahasiswa, buku dan juga orang lain.
Berdasarkan uraian komunikasi mahasiswa-dosen tersebut di atas dan berdasar pada pengertian efektivitas komunikasi interpersonal yang telah dirumuskan, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas komunikasi mahasiswa-dosen adalah suatu keadaan yang menunjukkan adanya kesamaan interpretasi antara mahasiswa dengan dosen pembimbing utama skripsi terhadap pesan verbal dan non verbal yang disampaikan pada saat komunikasi, dan ada umpan balik yang diberikan terhadap pesan tersebut.
De Vito (1995, h. 106-114) menyatakan bahwa aspek-aspek efektivitas komunikasi interpersonal antara lain:
  • Keterbukaan
Keterbukaan adalah adanya kesediaan untuk membuka diri. Keterbukaan seseorang dalam komunikasi ditunjukkan oleh adanya pengungkapan informasi mengenai diri pribadi, kesediaan untuk bereaksi secara jujur atas pesan yang disampaikan orang lain, adanya “kepemilikan” dari perasaan dan pikiran, adanya kebebasan mengungkapkan perasaan dan pikiran, serta adanya tanggung jawab terhadap pengungkapan tersebut.
  • Empati
Berempati adalah merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain tanpa kehilangan identitas diri sendiri. Empati memungkinkan seseorang untuk mengerti baik secara emosional maupun intelektual atas apa yang dirasakan orang lain.
  • Dukungan
Dukungan dipahami sebagai lingkungan yang tidak mengevaluasi (descriptivenes). Dukungan dalam komunikasi ditunjukkan oleh kebebasan individu dalam mengungkapkan perasaannya, tidak malu, tidak merasa dirinya menjadi bahan kritikan. Individu dapat berfikir secara terbuka, mau menerima pandangan yang berasal dari orang lain, serta bersedia untuk mengubah diri jika perubahan dipandang perlu.
  • Kepositifan
Sikap positif dalam komunikasi adalah sikap saling menghormati satu sama lain dalam situasi komunikasi secara umum. Sikap positif dalam komunikasi ditunjukkan oleh adanya kejelasan dan kepuasan dalam proses komunikasi.
  • Kesederajatan
Kesederajatan adalah adanya kedudukan yang sama dalam suatu hal atau kondisi (status). Kesederajatan dalam komunikasi interpersonal, ditunjukkan oleh adanya rasa saling menghormati antara pelaku komunikasi.
  • Keyakinan
Komunikasi yang efektif memerlukan adanya keyakinan dalam diri komunikan maupun komunikator. Keyakinan dalam komunikasi ditunjukkan oleh adanya perasaan senang satu sama lain, dan tidak ada rasa segan satu sama lain.
  • Kesiapan
Kesiapan dalam komunikasi dibutuhkan agar tujuan komunikasi tercapai. Kesiapan dalam komunikasi dapat ditunjukkan oleh adanya hubungan antara pesan-pesan yang akan disampaikan oleh komunikator dengan pesan yang diharapkan diterima oleh komunikan dalam komunikasi, adanya kesenangan dan ketertarikan antara komunikan dan komunikator, adanya kesenangan dan ketertarikan komunikan dan komunikator pada pesan yang dikomunikasikan.
  • Manajemen Interaksi
Komunikasi interpersonal yang efektif dapat dilihat dari manajemen interaksi yang ada dalam situasi komunikasi. Manajemen interaksi dalam komunikasi ditunjukkan oleh tidak adanya pelaku komunikasi yang merasa diabaikan. Kemampuan dalam manajemen interaksi dapat dilihat dari tingkah laku komunikasi yang berupa gerakan mata, ekspresi suara, mimik muka dan bahasa tubuh.
  • Sikap ekspresif
Dalam komunikasi interpersonal yang efektif memerlukan sikap ekspresif. Sikap ekspresif dapat dilihat dari adanya kesungguhan dalam berbicara atau mendengarkan, yang dapat dilihat dari bahasa verbal maupun nonverbal.
  • Orientasi pada orang lain
Orientasi pada orang lain adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan orang lain dan menganggap lawan bicara sebagai pusat perhatian. Adanya orientasi pada orang lain saat berkomunikasi dapat ditunjukkan melalui bahasa verbal maupun nonverbal. Bahasa nonverbal melalui kontak mata, senyuman, anggukan, dan mimik wajah. Adapun bahasa verbal dapat ditunjukkan melalui pertanyaan atau pernyataan berkenaan dengan pernyataan lawan bicara yang
terlibat dalam komunikasi interpersonal.

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI MAHASISWA-DOSEN DENGAN PERMASALAHAN YANG TERJADI DI DUNIA PERKULIAHAN
Demi lancarnya kegiatan mahasiswa dalam dunia perkuliahan, seringkali mahasiswa terbantu dengan adanya seorang dosen wali. Peran dosen wali disini sangat membantu mahasiswa dengan setiap permasalahan yan ada di kampus, entah itu tentang mata perkuliahan, atau sering juga menjadi orang yang dapat diajak curhat tentang masalah lain apabila hubungan keakraban mahasiswa-dosen terjadi. Hal itu yang menyebabkan adanya keseringan komunikasi antar keduanya.
Komunikasi merupakan salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan sosial. Melalui komunikasi seseorang dapat memenuhi kebutuhan akan rasa ingin tahu, kebutuhan aktualisasi diri, dan kebutuhan untuk meyampaikan ide, pemikiran, pengetahuan dan informasi secara timbal balik kepada orang lain.
Kebutuhan-kebutuhan sosial tersebut didapat pada saat ada umpan balik dalam komunikasi. Komunikasi antara mahasiswa dengan dosen wali, merupakan salah satu bentuk komunikasi yang mempunyai tujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu, kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan untuk menyampaikan ide atau gagasan, pengetahuan dan informasi secara timbal balik. Mahasiswa dapat menyatakan ide, pengetahuan dan informasi yang dimiliki seputar penelitian yang akan dilaksanakan atau yang lainnya. Pada saat ada permasalahan yang dialami mahasiswa, dosen wali cenderung menjadi tujuan utama untuk mencurahkan permasalahan mahasiswa tersebut
Komunikasi mahasiswa-dosen wali dapat berlangsung secara dialogis. Salah satu keuntungan komunikasi dialogis adalah adanya kesempatan bagi mahasiswa untuk bersikap responsif dalam mengetengahkan pendapat atau pertanyaan pada dosen wali tersebut. Adanya kesempatan dalam memberi umpan balik secara langsung dalam komunikasi dialogis dapat mengurangi adanya kesalahan dalam interpretasi pesan, dan apabila terjadi kesalahan dalam interpretasi pesan dapat segera diketahui atau dibenahi saat itu juga, sehingga tercipta kondisi kesamaan dalam interpretasi antara mahasiswa-dosen. Kondisi adanya kesamaan dalam interpretasi antara mahasiswa-dosen menunjukkan adanya komunikasi yang efektif.
Komunikasi dapat disebut efektif, bila komunikan menginterpretasikan pesan yang diterima mempunyai makna yang sama dengan maksud pesan yang disampaikan oleh komunikator. Komunikasi interpersonal yang efektif dapat menunjukkan ada pemahaman yang sama atas pesan yang disampaikan pada saat komunikasi berlangsung antara komunikator dan komunikan. Perlu diketahui bahwa untuk melihat efektif tidaknya komunikasi interpersonal yang berlangsung, dapat dilihat dari umpan balik antara pemberi dan penerima pesan. Umpan balik dapat berupa pernyataan, sikap dan tindakan.
Komunikasi interpersonal yang efektif menyebabkan dua individu yang tergabung dalam proses komunikasi merasa senang, sehingga mendorong tumbuhnya sikap saling terbuka, dan kesenangan. Komunikasi interpersonal yang berjalan tidak efektif, maka menyebabkan pelaku komunikasi mengembangkan sikap ketidaksenangan dan menutup diri. Sikap menutup diri dapat memicu individu untuk menarik dari dari lingkungan pergaulan (withdrawl). Sikap ketidaksenangan dapat menyebabkan ketegangan pada individu. Adanya ketegangan, dan sikap menarik diri dari lingkungan pergaulan mengindikasikan adanya gejala stres pada diri individu. Sarafino (1994, h. 74) menyatakan bahwa stres adalah kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan, berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Salah satu faktor yang mempengaruhi stres adalah hubungan interpersonal yang negatif (Sarafino, 1994, hal.89). Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Holt & Lunstad (2003) pada 102 mahasiswa di Brigham Young University menyatakan bahwa hubungan interpersonal yang negatif berpengaruh pada kenaikan tekanan darah . Kenaikan tekanan darah merupakan salah satu gejala fisik dari stres.
Hubungan interpersonal yang negatif dapat disebabkan oleh kegagalan dalam proses komunikasi. Kegagalan dalam komunikasi menyebabkan terjadinya perselisihan pendapat yang terjadi akibat adanya kesalahan dalam menginterpretasi arti pesan. Adanya kesalahan dalam interpretasi pesan menunjukkan bahwa komunikasi yang ada tidak berjalan efektif, sehingga menyebabkan adanya ketegangan. Ketegangan yang berlangsung secara terus menerus dapat berkembang menjadi stres. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Ross et al. (1999) yang menyatakan bahwa perselisihan pendapat antara mahasiswa dengan dosen (dosen wali maupun dosen pada umumnya) merupakan salah satu sumber stres pada mahasiswa.

SIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komunikasi interpersonal antara mahasiswa dan dosen dengan prestasi akademik. Prestasi akademik yaitu hasil dari kegiatan belajar untuk mengetahui sejauh mana seseorang menguasai bahan pelajaran yang diajarkan serta mengungkapkan keberhasilan yang dicapai oleh orang tersebut. Mendapatkan hasil belajar yang optimal banyak dipengaruhi oleh berbagai komponen belajar mengajar, diantaranya adalah hubungan antara dosen dan mahasiswa. Hubungan dosen dengan mahasiswa didalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat penting dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga mahasiswa ingin belajar dan dosen nyaman dalam mengajar. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan belajar akan menentukan tinggi rendahnya prestasi akademik seorang siswa. Faktor yang mempengaruhi prestasi akademik siswa adalah faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yaitu aspek fisiologi (yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologi (yang bersifat rohaniah). Sedangkan faktor eksternal terdiri dari lingkungan dan pertemanan. Berbicara masalah proses belajar mengajar di perguruan tinggi, hubungan antara dosen dengan mahasiswa dalam berkomunikasi sangat perlu. Apabila hubungan antara dosen dengan mahasiswa tidak harmonis, dapat menciptakan komunikasi yang tidak baik. Komunikasi turut menentukan untuk membuat manusia menjadi tahu dan mendapatkan pengetahuan sebagai sumber ilmu. Pengetahuan pada mahasiswa dapat dicerminkan oleh prestasi akademik dengan nilai indeks prestasi yang didapat.
Menciptakan komunikasi yang baik diperlukan kemampuan komunikasi seperti menulis, membaca, berbicara, mendengarkan, dan berpikir (kemampuan bernalar). Hal terpenting yang harus diperhatikan untuk mengukur keberhasilan proses komunikasi, pada mahasiswa berupa prestasi akademik yang baik.
Berdasarkan hasil dari makalah diatas menyatakan bahwa, mahasiswa harus dapat mempertahankan komunikasi yang efektif dengan dosen, untuk kelancaran mahasiswa tersebut dalam menjalankan aktifitas kuliah. Cara yang dapat ditempuh oleh mahasiswa agar tercapai efektivitas komunikasi dengan dosen pembimbing adalah menjalin kedekatan dengan dosen, membangun persepsi yang positif pada dosen, menumbuhkan keterbukaan dan kejujuran, serta membangun kepercayaan pada dosen pembimbing. Dosen diharapkan dapat mempertahankan keefektivitasan komunikasi yang telah terjalin dengan mahasiswa bimbingannya.

KEPEMIMPINAN ZALIM AWAL KETERPURUKAN BANGSA


ABSTRAK
Sungguh berat beban seorang pemimpin/penguasa dari orang banyak karena kepemimpinannya harus dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Penguasa/Pemimpin yang zalim/dhalim/lalim, kejam, dan suka menindas rakyat akan mendapatkan balasan siksa yang pedih di dalam neraka. Sama juga dengan wakil rakyat yang mengkhianati amanah yang diberikan kepadanya sehingga senang mengambil keuntungan dan membohongi orang-orang yang diwakilinya.
Arti Surat Asy-Syura ayat 42 : "Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim (kejam) pada manusia, dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka akan mendapatkan siksaan yang pedih".
Pada saat sekarang ini sungguh memilukan, karena banyak orang yang ingin menjadi pemimpin, akan tetapi ketika telah menjadi pemimpin justru melakukan hal-hal yang merugikan orang-orang yang dipimpinnya dan melakukan berbagai tindakan yang sewenang-wenang. Seharusnya setiap orang yang diberi amanat untuk memimpin bertindak untuk kepentingan orang-orang yang diwakilinya, jujur, berlaku adil, menasehati dalam kebaikan, menjadi teladan yang baik, dan lain sebagainya.
Hadist Nabi Muhammad SAW (H.R. Thabarani) : "Setiap pemimpin yang menipu rakyatnya, maka dia akan memasuki neraka".
Beberapa contoh pemimpin : presiden, gubernur, bupati, walikota, camat, lurah, rw, rt, kepala keluarga, pejabat, hakim, ketua organisasi, anggota dewan, imam, bos, pemilik usaha, supervisor, dan lain sebagainya. Yang pasti manusia adalah pemimpin, minimal memimpin dirinya sendiri. Setiap dari kita akan ditanyai akan kepemimpinan kita kelak di akherat.
Mari kita lihat pada kasus Iran. Presiden Mahmoud Ahmadinejad mungkin adalah satu satunya sosok pemimpin yang paling di idamkan dan dicintai oleh rakyatnya.. karena kesederhanaannya dan sosoknya yang bersahaja dengan menomor satukan rakyatnya daripada dirinya sendiri.. lihat saja sebagai buktinya.. pernahkah anda lihat ada mobil presiden seperti ini??
Ahmadinejad yang notabene seorang presiden hanya menggunakan mobil peugeot butut.. sungguh ironis sekali dengan jabatannya sebagai presiden..
Rumah dimana tempat beliau tinggal juga jauh dari kemewahan.. dimana lantai rumahnya masih berupa lantai semen..
Belum lagi dengan suasana kantor dimana dia bekerja, dia juga tidak boros dalam penggunaan AC. Sepertinya dia mengikuti gaya pemerintahan para khalifah rasulullah yang menomorsatukan rakyatnya dengan mengesampingkan urusan pribadinya..
Pernah suatu ketika khalifah umar di datangi oleh anaknya di ruangan kerjanya pada malam hari.. dan anaknya ingin berbicara, sebelumnya khalifah umar menanyakan ada masalah apa? apakah berhubungan dengan rakyat ataukah hanya masalah pribadi? kemudian sang anak mengatakan bahwa hanya masalah pribadi, kemudian khalifah umat mematikan lilin (lampu) di ruangan itu karena dia tahu bahwa lilin itu adalah penerangan ruangan kerjanya untuk rakyatnya.
Dari hal kecil diatas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sosok pemimpin idaman lebih mengutamakan kepentingan rakyatnya daripada kepentingan keluarganya..
Kesimpulannya.. tidaklah mudah untuk menjadi pemimpin, karena sebenarnya pemimpin itu adalah pengemban amanat rakyat, jika di ibaratkan sebagai piramida terbalik, maka pemimpin adalah yang berada di paling bawah.. untuk menopang rakyatnya.

MENJADI PEMIMPIN TAK SEMUDAH MEMBALIK TELAPAK TANGAN
Janganlah kamu meminta jabatan dalam pemerintahan. Karena jika kamu diberi jabatan karena permintaanmu, maka bebanmu sungguh berat. Tetapi jika kamu diberi jabatan tanpa kamu minta, maka kamu akan dibantu oleh orang banyak (HR. Muslim dari Abdurrabman bin Samurah ra).
Keberadaan pemimpin jelas amat dibutuhkan bagi setiap orang dalam berbagai kelompok dan bidang. Dalam sepakbola ada kapten kesebelasan, di perusahaan ada direktur bahkan presiden direktur, dalam shalat berjamaah mesti ada yang namanya imam dan dalam suatu negara ada presiden atau perdana menteri atau ada juga yang menyebutnya dengan raja. Dibutuhkannya pemimpin menunjukkan betapa strategis jabatan kepemimpinan itu.
Jabatan kepemimpinan yang diemban seseorang bisa membawa kebaikan tapi juga bisa membawa keburukan, tidak hanya bagi orang yang dipimpinnya tapi juga bagi dirinya sendiri, bahkan tidak hanya keburukan di dunia ini saja tapi juga bisa sampai ke akhirat nanti. Kepemimpinan yang akan membawa seseorang pada keburukan disebabkan banyak faktor.

Kekejaman Dalam Memimpin
Kepemimpinan yang dijalankan dengan berlaku kejam atau zalim kepada orang yang dipimpin merupakan sesuatu yang membawa malapetaka bagi sang pemimpin dan orang yang dipimpinnya, tidak hanya kejam dari tindakan fisik tapi juga kebijakan dan ketentuan yang dikeluarkannya sehingga rakyat tidak berdaya dihadapan sang pemimpin meskipun pemimpin itu melakukan kesalahan, karenanya pemimpin yang berlaku kejam kepada rakyat yang dipimpinnya merupakan sejelek-jelek pemimpin.
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya sejelek-jelek pemimpin adalah pemimpin yang kejam. Karena itu berhati-hatilah agar kamu tidak termasuk golongan itu” (HR. Muslim dari Ubaidilah bin Ziad)

Membodohi Rakyat
Pemimpin yang baik adalah yang berusaha mencerdaskan rakyatnya karenanya ia memajukan pendidikan, menjeiaskan secara terbuka segaia kebijakan yang diambil dan masyarakatpun didorong untuk mempelajari dan mengkritisi segala kebijakan itu. Gagasan cerdas dari rakyat tidak hanya didengar tapi juga diterapkan seperti yang dilakukan Rasulullah saw yang melaksanakan pendapat Salman Al Farisi yang mengusulkan penggalian parit dalam siasat perang yang kemudian perang itu disebut dengan perang khandak, begitu juga dengan Khalifah Umar bin Khattab yang mencabut kembali kebijakan dan peraturannya yang diakui salah setelah dikritik oleh seorang wanija tua tentang mahar yang tidak boleh mahal.
Manakala pemimpin membodohi rakyatnya dan ia suka bila rakyatnya tidak pintar, maka jangan harap bisa masuk ke dalam surga karena pemimpin semacam itu termasuk orang yang diharamkan masuk surga.
Rasulullah saw bersabda: “Tiada seorang hambapun yang oleh Allah diserahi memimpin rakyat, mati pada hari ia mati dalam keadaan membodohi rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga atasnya” (Bukhari dan Muslim).

Berdusta
Dalam rangka membodohi rakyat dan menyimpan agenda-agenda busuk, tidak sedikit pemimpm yang melakukan penipuan atau berlaku dusta, bahkan tidak segan-segan melakukan kezaliman terhadap orang yang tidak sependapat dengannya atau sekadar mengkritisi.
Terhadap pemimpin yang demikian kita tidak dibolehkan untuk membantu kezaliman yang dilakukannya dan membenarkan kedustaan atau kebohongan yang disampaikannya, bila kita tidak bersikap demikiari terhadap sang pemimpin, maka ancamannya tidak mendapatkan pengakuan sebagai umat Nabi Muhammad saw. Bila orang yang membantu pemimpin yang zalim dan membenarkan kebohongannya saja sudah tidak diakui sebagai umat Nabi Muhammad saw, apalagi pemimpin yang demikian.
Rasulullah saw bersabda: “Kelak akan muncul pemimpin-pemimpin yang berselimutkan api neraka. Mereka berdusta dan berbuat zalim. Barangsiapa membantu mereka terhadap kezalimannya dan membenarkan kedustaan mereka, maka dia bukan termasuk golonganku dan akupun bukan golongannya, dan dia tidak akan minum dari telaganya” (HR. Ahmad dari Said Al Khudri).

Menyikapi Jabatan Kepemimpinan.
Karena kepemimpinan merupakan amanah dan ada konsekuensi dunia akhirat yang akan dihadapankan kepada sang pemimpin, maka paling tidak ada dua sikap kita terhadap jabatan kepemimpinan yang harus kita tunjukkan.
Pertama, tidak ambisius untuk mendapatkan jabatan kepemimpinan, karena itu seorang musiim jangan sampai meminta jabatan kepemimpinan, apalagi bila berbagai upaya termasuk upaya yang tidak baik dilakukan untuk mendapatkan jabatan itu seperti menyogok, menjelek-jelekkan orang lain dan sebagainya.
Meminta jabatan seperti itu akan membuat beban kepemimpinan semakin berat dan orang yang membantupun motivasinya untuk mendapatkan keuntungan duniawi, namun bila jabatan itu memang diberikan karena kapasitas yang dimiliki, maka akan banyak orang yang membantu melaksanakan tugas kepemimpinan dengan sebaik-baiknya.
Rasulullah saw bersabda: “Janganlah kamu meminta jabatan datam pemerintahan. Karena jika kamu diberi jabatan karena permintaanmu, maka bebanmu sungguh berat. Tetapi jika kamu diberi jabatan tanpa kamu minta, maka kamu akan dibantu oleh orang banyak” (HR. Muslim dari Abdurrahman bin Samurah ra).
Kedua, memperoleh jabatan dengan cara yang baik dan benar sehingga tidak menghalalkan segala cara untuk memperolehnya dan sesudah memperoleh jabatan, digunakan jabatan dengan baik dan benar untuk menegakkan kebaikan dan kebenaran, begitulah yang telah ditunjukkan oleh para khalifah yang cemerlang seperti Abu Bakar Ash Shiddik, Umar Bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thaiib, Umar bin Abdul Aziz dan sebagainya.
Penggunaan jabatan untuk kebaikan dan kebenaran membuat seorang pejabat selalu dikenang dalarn kebaikan dan dijadikan sebagai rujukan untuk menjadi pemimpin yang baik. Namun bila tidak, maka jabatan membuat seseorang menjadi hina dihadapan manusia dan menjadi penyesalan yang amat dalam, bahkan kehinaan dan penyesalan itu sudah dirasakan sejak masih di dunia ini, apalagi dalam kehidupan di akhirat nanti.
Rasulullah saw bersabda: “Abu Dzar ra berkata: Saya bertanya, Ya Rasulullah mengapa engkau tidak memberiku jabatan? Maka Rasulullah menepukan tangannya pada pundakku, lalu belau bersabda: Hai Abu Dzar, sungguh kamu ini lemah, sedang-kan jabatan adalah amanah, dan jabatan itu akan menjadi kehinaan serta penyesalan pada hari kiamat, kecuali bagi orang yang memperolehnya dengan benar dan melaksanakan kewajibannya dalam jabatannya” (HR. Muslim).
Oleh karena itu, dalam suasana masyarakat dan bangsa kita yang sepanjang tahun mengikuti Pemilu dan Pilkada, menjadi amat penting untuk merenungkan kembali apa sebenarnya hakikat kepemimpinan baik dalam jabatan eksekutif, legisiatif maupun yudikatif. Semua itu dimaksudkan agar kita tidak salah memilih pemimpin dan orang yang terpilih sebagai pemimpinpun mampu menggunakan jabatannya untuk melayani masyarakat dan menegakkan kebaikan serta kebenaran.
Catatan sejarah kita belum cukup banyak tentang pemimpin yang cemerlang dan yang semakin banyak justeru pemimpin yang menjadi hina dan merasakan penyesalan bagi diri dan keluarganya apalagi bagi masyarakat dan bangsa.

AFRIKA : TEMPAT BERKUMPULNYA PARA PEMIMPIN ZALIM
Afrika, sebuah benua yang selalu dianggap sebagai yang terbelakang. Dengan tingkat pendidikan rendah, wabah penyakit, kemiskinan dan kemiskinan, Afrika dalam tanda kutip sangat mengerikan. Tanpa dipungkiri pula telah muncul berbagai gaya kepemimpinan kejam di berbagai negara-negara yang terletak di benua ini.
Gaya kepemimpinan di afrika sendiri memiliki banyak variasi dan kebanyakan memang cenderung ke suatu rezim diktator. Rezim dimana memegang kontrol secara absolut di negarannya dan berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Kebanyakan pula rezim-rezim diktator ini membawa suatu keadaan negara yang sangat tenang tetapi mencekam. Hal ini disebabkan, biasannya diktator menggunakan unsur-unsur militer untuk mengamankan hegemoninnya dalam negaranya itu sendiri.
Contoh-contoh gaya kepemimpinan di Afrika seperti kleptokrat di Zaire (MOBUTU SESE SEKO), psychotic di Liberia (SAMUEL KANYON DOE), Emporium di Afrika Ekuatorial ( KAISAR BOKASSA) dan sebagainya. Para pemimpin negara-negara tersebut diatas telah digulingkan karena kekejamannya terhadap rakyat, salah satunya ialah Kaisar Bokassa. Raja satu ini membuat negaranya bangkrut setelah penasbihannya dan pemberian mahkotanya olehnya sendiri yang menghabiskan sekitar USD 250 juta. Di samping itu pula Bokassa terkenal dengan sifat kanibalnya, yakni memakan bagian tubuh lawan-lawan politik yang telah ia bunuh. Sedangkan Mobutu Sese Seko ialah seorang kleptokrat sejati, dia mengeruk keuangan negara untuk keluarganya dan menyebabkan Zaire pada saat kepemimpinannya mengalami inflasi sebesar 6000%. Samuel Kanyon Doe dengan latar belakang psychoticnya pernah memerintahkan pengawal-pengawalnya untuk saling membantai satu sama lain.
Yang paling legendaris mungkin ialah Idi Aimin dari Uganda, seorang mantan petinju dan juru masak dalam angkatan perang yang mengalami sifilis otak dan menjadi Presiden Uganda setelah mengkudeta Apollo Milton Obote. Mayoritas Gaya kepemimpinan di Afrika yang kejam semuannya ada dalam diri Idi Amin, mulai dari kleptokrat, oligarki, hingga psychotic. Dia pernah melakukan genosida terhadap suku-suku yang merupakan suku musuh dari sukunya yakni Kakwa dan Lugbara. Memiliki 5 orang istri, 34 gundik dan 37 anak, membuat Idi Amin terkenal sebagai Don Juan Afrika pada dekade 70-an.
Sampai era sekarang pun masih juga ada pemimpin kejam di Afrika. Salah satunya ialah Robert Mugabe dari Zimbabwe, seorang marxist yang sangat memegang absolut negaranya dari awal merdeka hinnga tahun ini selama 20 tahun. Zimbabwe menjadi negara termiskin di region Afrika bagian selatan karena gaya kepemimpinan Mugabe yang melancarkan teror-teror, kolektivitas lahan pertanian dan pembunuhan. Tahun ini saja Zimbabwe mengalami inflasi sebanyak 165.000% dan merupakan jumlah inflasi terbesar dalam sejarah kehidupan manusia modern.
Itulah mengapa negara-negara di Afrika, banyak yang masih bersifat weak atau bahkan weakness state. Rezim kejam, pembantaian, teror, dan kanibalisme serta klepto addict menyebabkan keterpurukan di negara-negara seperti di atas.

KOMUNIKASI KELOMPOK

            Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konferensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok.
            Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah merapatkan sesuatu untuk mengambil suatu keputusan.    Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. Kesamaan dari komunikasi kelompok dan antarpribadi yaitu adanya komunikasi antar individu secara tatap muka, adanya komunikasi diadik (terkadang) yaitu komunikasi antar dua orang dekat, seringnya mengiri dan menerima pesan secara stimultan dan spontan.[1]

Klasifikasi kelompok dan karakteristik komunikasinya.
            Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok.
·         Kelompok primer dan sekunder.
            Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.
            Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:
1.      Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
2.      Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal. Maksudnya adalah, sifatnya yang tidak dapat dipindahkan. Hubungan terikat pada dua individu tertentu tidak dapat digantikan oleh individu lain yang disini dikategorikan kelompok sekunder.
3.      Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya. Disini komunikasi antara kelompok primer dilakukan hanya untuk menjalin hubungan baik. Isi ataupun maksud pesan yang disampaikan baukan menjadi tujuan utama.
4.      Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.
5.      Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.
·         Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.
            Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.
            Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Sebagai contoh agama Islam sebagai kelompok rujukan, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status sekarang (fungsi komparatif). Islam juga memberikan norma-norma dan sejumlah sikap yang harus dimiliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku, sekaligus menunjukkan apa yang harus dicapai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan cara pandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang yang ditemui (fungsi perspektif).
·         Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
            John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak.
            Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

Pengaruh kelompok pada perilaku komunikasi
·         Konformitas.
            Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.
·         Fasilitasi sosial.
            Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan.     Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.
·         Polarisasi.
            Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok
            Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.
            Untuk itu faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:
  1. ukuran kelompok.
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok (performance) bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok.
  1. jaringan komunikasi.
            Perbedaan dalam pengaturan tata ruang dalam pertemuan, dapat menimbulkan perbedaan pola komunikasi. Dalam buku Psikologi Komunikasi karya Jalaluddin Rakhmat, menerangkan lima macam jaringan komunikasi: roda, rantai, Y, lingkaran dan bintang.
  1. kohesi kelompok.
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. Selain itu, makin kohesif kelompok yang diikuti, makin besar tingkat kepuasan anggota serta makin mudah para anggota tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.
  1. kepemimpinan.
            Kepemimpinan adalah faktor yang menentukan keefektifan komunikasi kelompok. Pemimpin mempunyai tanggung jawab yang hamper menyeluruh dalam perencanaan, pengendalian, dan evaluasi para anggotanya. Namun dominasi oleh pemimpin akan menyebabkan para anggota menjadi pasif dan sangat bergantung. Anggota kelompok mempunyai keinginan berdiri sendiri tanpa selalu bergantung pada otoritas, mereka ingin mengemukakan pendapat, karena merekapun juga seorang manusia.[2] Ada tiga gaya kepemimpinan menurut White dan Lippit (1960): otoriter, demokratis, dan laissez faire. Kepemimpinan demokratis terbukti paling efisien, dan menghasilkan kuantitas kerja yang lebih tinggi dibanding otoriter yang sering menimbulkan permusuhan dan agresi. Pemimpin laissez faire hanya ungul dalam menyampaikan informasi pada anggotanya.

            Selain itu faktor-faktor yang menentukan keefektifan kelompok juga dapat dilihat dari karakteristik anggota kelompok, yaitu:
  1. Kebutuhan Interpersonal
            Yaitu menerangkan tentang maksud dan tujuan anggota masuk kedalam kelompok.
  1. Tindak Komunikasi
            Dalam kelompok setiap anggota pasti berusaha menyampaikan atau menerima informasi. Komunikasi yang terjadi dalam kelompok entah itu berupa pertanyaan, pernyataan, pendapat atau isyarat. Apakah bisa dikatakan berhasil sebuah kelompok apabila para anggotanya tidak pernah berkomunikasi satu sama lain?. Keberhasilan suatu kelompok tergantung pada keberhasilan komunikasi yang dilakukan anggota kelompok tersebut.[3]
  1. Peranan
            Peranan yang dimainkan para anggota dalam sebuah kelompok dapat membantu pencapaian tugas kelompok tersebut. Beal, Bohlen, dan Raudabaugh telah menyusun daftar peranan dalam keefektifan kelompok. Pertama disebut Peranan Tugas Kelompok, yang tujuannya untuk memecahkan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Kedua yaitu Pemelihara Kelompok, yang bertujuan memelihara hubungan emosional diantara anggota kelompok. Dan yang terakhir adalah peranan individual yaitu usaha anggota kelompok itu sendiri untuk memuaskan kebutuhannya yang tidak relevan dengan tugas kelompok.

Bentuk-bentuk komunikasi kelompok
            Dalam pembahasan bentuk komunikasi kelompok dapat disebutkan dalam dua hal, yaitu komunikasi kelompok deskriptif dan preskriptif.
  1. Komunikasi Kelompok Deskriptif
            Terdapat tiga kategori besar dalam bentuk komunikasi ini. Pertama, kelompok tugas yang diilhami dari model Aubrey Fisher. Menurut Fisher kelompok melewati empat tahap: Tahap orientasi, yaitu pengenalan antar anggota, saling memahami/ menangkap perasaan satu sama lain. Tahap konflik, adanya peningkatan perbedaan antar anggota. Saling mempertahankan posisi. Tahap pemunculan, dalam tahap ini ada sebuah anti-klimaks setelah adanya konflik. Dan yang terakhir adalah tahap peneguhan, yaitu mulai terjadinya peneguhan konsensus kelompok. Pernyataan umumnya bersifat positif dan melepaskan ketegangan.
            Kedua, yaitu kelompok pertemuan yang diambil dari model Bennis dan Shepherd. Kelompok pertemuan bukan saja membantu pertumbuhan diri, tetapi juga mempercepat penghancuran diri, akibat sebuah kepemimpinan yang merusak. Ada dua tahap: Kebergantungan pada otoritas, yaitu terbentuknya koalisi dalam satu kelompok akibat pemimpin yang dinilai kurang siap/ memberikan pengarahan yang cukup. Akhirnya, karena kebergantungan pada pemimpin tersebut, pihak koalisi tersebut mulai memberontak dan akhirnya muncul pemahaman dalam dirinya bahwa mereka lebih berpengalaman serta membentuk struktur mereka sendiri.            Tahap selanjutnya, kebergantungan satu sama lain. Masih pada cerita diatas. Setelah pihak koalisi menyadari bahwa mereka mandiri, akhirnya kelompok keseluruhan menjadi goyah akibat ulah koalisi tersebut. Akhirnya kelompok terpecah menjadi dua. Dan masing-masing bergantung satu sama lain pada kelompok pecahan mereka sendiri-sendiri. Disinilah periode kehidupan kelompok pertemuan mengalami pertumbuhan diri, namun disini juga emosi dikuras habis, dan dalam beberapa hal menimbulkan kerusakan emosional pada individu. Perlu diketahui, emosi mempunyai pengaruh besar terhadap tingkah laku dan kepribadian seseorang.[4]
            Ketiga, yaitu kelompok penyadar yang dirumuskan oleh James Chesebro, John Cragan, dan Patricia McCullogh pada tahun 1970 yang hasilnya sebagai berikut: Tahap pertama, yaitu kesadaran diri akan identitas baru. Maksudnya para anggota kelompok harus terdiri dari orang-orang yang mempunyai karakteristik yang menjadi dasar kelompok. Kemudian tahap kedua adalah identitas kelompok melalui polarisasi. Disini para anggota kelompok mulai membeda-bedakan kelompoknya dengan kelompok lain atau dengan kata lain, mulai membicarakan tabiat kelompok lain sebagai “musuh”nya. Selanjutnya pada tahap ketiga, adanya penegakan nilai-nilai baru bagi kelompok. Pada tahap ini kelompok mulai teguh dengan nilai-nilai kelompok mereka dengan kelompok yang bertentangan.
            Yang terakhir, tahap keempat yaitu menghubungkan diri dengan kelompok revolusioner. Maksudnya kelompok ini biasanya merumuskan suatu tindakan nyata dan terkadang tidak terbayangkan oleh kelompok lain, untuk mempertahankan keyakinan kelompok mereka. Hal itu biasanya terilhami dari kelompok lain yang sepaham dengan keyakinan kelompok mereka.

  1. Komunikasi kelompok preskriptif
(Format Diskusi)
            Menurut formatnya komunikasi kelompok ini dapat diklasifikasikan pada dua kelompok besar, privat dan publik. Craghan dan Wright (1980) menjelaskan tentang format diskusi, yang terdiri dari:
            Diskusi meja bundar: yang biasanya digunakan untuk diskusi yang sifatnya terbatas dan informal. Dalam format seperti ini memungkinkan individu berbicara kapan saja tanpa ada agenda yang tetap.
            Simposium: dalam symposium biasanya menyajikan informasi untuk dijadikan sumber rujukan khalayak dalam mengambil keputusan. Pembicaranya juga dihadirkan dalam dua pihak yang berbeda sudut pandang(pro dan kontra)
            Diskusi Panel: adalah format khusus yang anggota-anggotanya berinteraksi, baik berhadap-hadapan, maupun melalui seorang mediator. Diskusi panel biasanya digunakan untuk mengidentifikasi masalah yang harus ditelaah, memberi pengertian pada khalayak tentang bagian-bagian permasalahan, membangkitkan minat pada khalayak pada masalah tertentu, dsb.
            Forum: dalam format seperti ini pertanyaan atau tanggapan dari khalayak menjadi pokok utama atau yang dinanti.
            Kolokium: adalah diskusi yang memberikan kesempatan kepada wakil-wakil khalayak untuk mengajukan pertanyaan yang sudah dipersiapkan kepada seorang atau beberapa ahli. Sifatnya formal dan dpimpin oleh seorang moderator.
            Yang terakhir adalah prosedur parlementer:  adalah format diskusi yang jumlah pesertanya besar pada periode waktu tertentu ketika sejumlah keputusan harus dibuat. Ada tata tertib diskusi yang harus ditaati oleh pesertanya.

            (Sistem Agenda Pemecahan Masalah)
            Dalam pembahasan komunikasi kelompok preskriptif ada sebuah urutan pemecahan masalah yang diilhami oleh proses berpikir reflektif dari John Dewey. Ada tiga pola pemecahan masalah yang telah dimodifikasi oleh para ahli: urutan pemecahan masalah kreatif, urutan berpikir reflektif, dan urutan solusi ideal. Maksud dari pembahasan ini adalah mencoba menelusuri cara pemecahan masalah yang sistematika didalamnya berbeda, dari yang detil sampai simple atau sederhana.
            Urutan pemecahan masalah kreatif: sistem ini termasuk sistem pemecahan masalah yang lengkap dan sangat tepat untuk melahirkan gagasan baru. Urutannya mengutip dari Brilhart (1979: 144-145). Pertama, memahami permasalahan secara rinci. Dari topik permasalahan, perencanaan hasil akhir, dampak, mengumpulkan referensi, penyebab masalah, dan membicarakan tentang hambatan. Kedua, mengumpulkan saran  untuk mencari langkah awal dalam penyelesaian masalah. Ketiga, menentukan standar relatif yang digunakan serta memikirkan kelebihan dan kekurangan standar tersebut. Keempat, keputusan bagaimana penyelesaiannya. Kelima, adanya tindak lanjut dan pemeriksaan.
            Urutan berpikir reflektif: dalam urutan pemecahan masalah ini dianjurkan adanya kritik sebelum menentukan pemecahan masalah. Urutannya adalah, memahami masalah, mengumpulkan solusi dan alternatif untuk kriteria pemecahan, menentukan salah satu solusi, kemudian dilakukan tindakan.
            Pola solusi ideal: pola ini dilakukan untuk mengatasi masalah yang mempengaruhi berbagai macam kelompok yang mempunyai kepentingan yang berlainan atau dengan kata lain, keputusannya mempengaruhi orang banyak. Urutan pertama sama dengan sebelumnya yaitu memahami permasalahan. Kedua, menentukan pemecahan masalah ideal ditinjau dari berbagai kepentingan kelompok atau individu. Ketiga memikirkan hasil dari solusi yang akan dilakukan. Dan yang terakhir adalah, bagaimana menyelesaikan solusi tersebut.

KESIMPULAN

            Makalah ini menerangkan tentang apa saja yang ada dalam sistem komunikasi kelompok, yang sebagian besar menerangkan tentang Berbagai macam atau bentuk kelompok, beserta perilaku dan pengaruh komunikasinya.
            Sebuah kelompok menentukan cara anda berbicara, berpakaian, bekerja serta menentukankeadaan emosi anda, suka dan duka, sesuai dengan latar belakang kelompok tersebut. Dengan ini diharapkan akan muncul gagasan-gagasan baru yang kreatif, serta dapat meningkatkan kesadaran anggota, bahkan khalayak luas tentang suatu permasalahan.
            Agar bisa dikatakan kelompok, diperlukan adanya kesadaran para anggotanya akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Menurut para ahli kelompok diklasifikasikan menjadi empat dikotomi: kelompok yang sudah terikat (mengenal jauh) dan tidak (orang luar atau biasanya bersifat jamak), kelompok kita dan kelompok lain, keanggotaan dan rujukan, deskriptif dan preskriptif.
            Dalam pengaruh sosial (sosial influence), dapat merubah seorang individu menjadi lain dari biasanya. Semua dipengaruhi oleh kelompok. Dan macam pengaruh tersebut yaitu: perubahan akibat tekanan (conformity), adanya kehadiran seseorang atau public tertentu (fasilitasi sosial), adanya kecenderungan ekstrim yang dipahami sebalumnya.
            Untuk menciptakan suasana efektif dalam sebuah kelompok, ada beberapa faktor, situasional dan personal. Faktor situasional membahas tentang karakteristik kelompok, yang meliputi: ukuran dalam kelompok, jaringan komunikasi dalam kelompok, peningkatan rasa penyatuan dalam kelompok (group cohesiveness), dan gaya kepemimpinan. Faktor personal membahas tentang karakteristik anggota kelompok. Mulai dari alasan bergabung dengan kelompok atau kebutuhan individu, cara atau tindak berkomunikasi,sampai peranan masing-masing anggota.
            Bentuk komunikasi juga dibahas dalam makalah ini, yang meliputi komunikasi kelompok deskriptif dan preskriptif. Terdapat tiga kategori besar dalam bentuk komunikasi deskriptif. Pertama, kelompok tugas yang melewati empat tahap: tahap pengenalan antar anggota, tahap peningkatan perbedaan antar anggota, tahap anti-klimaks setelah adanya konflik, dan tahap konsensus kelompok. Kedua, yaitu kelompok pertemuan yang dapat membantu pertumbuhan diri, dan juga mempercepat penghancuran diri, akibat sebuah kepemimpinan yang merusak. Ada dua tahap: Kebergantungan pada otoritas, dan kebergantungan satu sama lain. Ketiga, yaitu kelompok penyadar yang melewati beberapa tahap. Pertama, yaitu kesadaran akan karakteristik dalam diri yang selaras dengan dasar kelompok. Tahap kedua dimulainya mencari kelompok lain yang berbeda pandangan dengan kelompoknya. Pada tahap ketiga, kelompok mulai teguh dengan nilai-nilai kelompok mereka dengan kelompok yang bertentangan. Yang terakhir, tahap keempat yaitu merumuskan suatu tindakan nyata dan terkadang tidak terbayangkan oleh kelompok lain, untuk mempertahankan keyakinan kelompok mereka yang diilhami dari kelompok lain yang sepaham dengan keyakinan kelompok mereka. Selanjutnya kelompok preskriptif membicarakan tantang format komunikasi kelompok: meja bundar, diskusi panel, symposium, forum, kolokium dan parlementer. Pembahasan terakhir adalah Agenda pemecahan masalah, yaitu urutan pemikiran dalam pemecahan masalah.


[1]  Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosda. 2005, hlm. 73.
[2] Artikel mata kuliah Azaz Manajemen dan Organisasi. hlm.26
[3] Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosda. 2005, hlm. 73.
[4]  Mahmud, M.Dimyati. Psikologi: Suatu Pengantar. Yogyakarta: BPFE.1990.  hlm 163.